Tuesday, June 11, 2013

KoranTempo - Intan Berdarah

Sabtu, 4 Januari 2003.

Intan BerdarahPernah menonton film "Intan Berduri" yang dibintangi almarhum Benyamin S? Di dunia nyata kejadiannya tak jauh berbeda, bahkan jauh lebih buruk. Intan tidak hanya berduri, tapi juga berdarah.



Intan yang sudah digosok dan menjadi berlian adalah hiasan yang indah untuk cincin pernikahan. Namun intan yang sama juga yang menjadi bahan bakar peperangan dan pertumpahan darah di Afrika.



Tak terlalu mengherankan jika intan menjadi sahabat setia para pemberontak bersenjata di Afrika karena pusat penambangan intan memang berpusat di sana. Tambang-tambang intan terbentang dari Afrika Selatan, Sierra Leone, Republik Kongo, Botswana, Angola, dan Namibia. Memang ada tambang di luar Afrika seperti Australia, Rusia, dan Kanada, namun kandungannya tak sebanyak tambang di daerah konflik.



Meski intan berdarah hanya 5 persen dari perdagangan intan internasional, namun jumlahnya tentu tidak sedikit. Bisa mencapai jutaan dolar per tahunnya. Cukup untuk membiayai pemberontakan bersenjata melawan pemerintahan miskin Afrika.



Selain karena nilainya yang luar biasa, intan juga gampang disembunyikan, bernilai universal dan mudah diselundupkan. Mencari pembelinya pun tak susah, apalagi intan selundupan yang berharga miring. Karenanya tak heran jika 60 persen intan bernilai tinggi dari Sierra Leone keluar lewat tangan para penyelundup.



"Intan adalah komditas yang sangat bagus untuk mengobarkan perang karena nilainya sangat tinggi dan dapat dengan mudah diselundupkan ke luar perbatasan," kata Corinna Gilfillan dari kelompok Global Witness yang mengkampanyekan diakhirinya penyelundupan intan.



Gilfillan yakin ada intan senilai US$ 20 juta yang dimiliki oleh kelompok-kelompok teroris atau separatis. "Kalau dengan biaya US$ 500 ribu Al-Qaidah mampu melakukan serangan 11 September, maka amat mengerikan jika kita tahu mereka telah memiliki intan senilai US$ 20 juta," katanya.



Intan memang tak hanya membakar konflik di Afrika. Sejumlah konflik di Timur Tengah pun dibiayai oleh perdagangan intan Afrika. Lembaga riset Partnership Africa Canada membuktikan adanya sumbangan yang diberikan oleh pedagang intan Sierra Leone asal Libanon kepada kelompok bersenjata seperti Amal atau Hezbollah di Libanon.



Orang Libanon datang sejak zaman kolonial. Jumlah mereka semakin banyak saat terjadinya perang saudara di Beirut pada 1980-an dan 1990-an. Para pedagang intan Yahudi yang sudah berabad menekuni bisnis ini juga memiliki sumbangan yang tidak sedikit kepada militer Israel.



Untuk menekan pembiayaan perang dari intan inilah 35 negara menandatangani Kimberley Process di Interlaken, Swiss pada 5 November lalu. Kesepakatan yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2003 ini akan menutup perdagangan batu mulia di kawasan konflik, terutama di Republik Demokratik Kongo.



"Kami gembira mengumumkan kepada Anda bahwa kami telah menandatangani Kimberley Process setelah kami bekerja selama dua tahun untuk mencari formulanya," kata Menteri Energi Afrika Selatan Phumzile Mlambo Ngeuka.



Namun Kimberley Process memang hanya kode etik perdaganan intan yang tidak dapat benar-benar menjaga perdagangan intan dari tambang hingga sampai di pasar. Lagi-lagi yang diperlukan adalah kesadaran. Jadi, intan tetap akan tajam dan berdarah. bbc/qaris