Kamis, 3 April 2003.
Kamera Siluman Memangsa dari Balik KacaSEROMBONGAN artis beken menggelar jumpa pers bareng, ada apa gerangan? Kalau suasananya sumringah, ketawa-ketiwi, biasanya acara itu seputar promosi pementasan akbar. Atau, peluncuran judul sinetron keluaran rumah produksi ngetop. Pokoknya, menyangkut hal yang menyenangkanlah. Namun, kalau suasananya tegang dan emosional? Apa boleh buat, tentulah menyangkut aib.
Tak salah, itulah yang terjadi pada temu pers di kafe Badonci, Kemang, Jakarta Selatan, Kamis malam pekan lalu. Tiga artis, Femmy Permatasari, Sarah Azhari, dan Rachel Maryam Sayidina, memuntahkan unek-uneknya, dipandu pembawa acara Mayong Suryolaksono. Permasalahannya amat serius: mengenai VCD berisi rekaman gambar mereka sedang berganti pakaian. Kepingan video seronok tersebut mulai beredar luas.
Di hadapan puluhan wartawan cetak dan elektronik, kentara sekali ketiga artis itu, terutama Femmy, shock. Femmy mendapat giliran pertama bicara pada acara yang berlangsung satu jam tersebut. Bintang sinetron berusia 29 tahun itu sampai hendak menangis ketika memulai omongan menyangkut aib yang menikamnya. Ia mengatakan, aib itu sungguh berat dirasakan. ''Ketika saya melihat gambar itu, seketika saya menangis. Saya mual-mual dan hampir pingsan,'' kata ibu satu anak itu dengan suara bergetar. Air mata mulai meleleh di pipinya.
Femmy begitu terpukul, bisa dimaklumi. Dari rekaman berdurasi 37 menit 55 detik itu, sepertiga durasinya menampilkan Femmy dalam tiga kesempatan rekaman. Semuanya di hari yang sama. Ia tanpa sadar berganti pakaian di kamar mandi, memperlihatkan tubuhnya. Saking jengkelnya dipermalukan sedemikian rupa, dalam jumpa pers itu Femmy menyumpah-nyumpah. ''Yang saya lakukan di kamar mandi ternyata dicuri dan direkam orang yang sangat biadab! Biadab!'' ia memekik keras.
Rekaman gambar seronok itu, seingat Femmy dan kawan-kawan, dibuat diam-diam pada Oktober 1997. Lokasinya di studio Budi Han di Jalan Asem Baris, Tebet, Jakarta Selatan. Sudah lama, memang. Waktu itu dilakukan pemotretan untuk model iklan. ''Saya diundang untuk sesi pemotretan iklan Bir Bintang,'' kata Femmy kepada Lucky Setyarini dari Gatra. Sarah tampil untuk iklan kosmetik Fa.
Para model dipotret berulang kali. Biasalah, untuk mendapatkan gambar terbaik. Tentu saja mereka harus gonta-ganti beragam busana sensual. Untuk itu, disediakan kamar mandi sebagai ruang ganti pakaian. Sebuah cermin besar --tampaknya sudah lama terpasang-- menempel di dinding kamar mandi. Sepintas tak ada yang aneh. Dalam VCD tersebut, setidaknya ada tujuh model berganti pakaian di kamar mandi. Lima di antaranya sudah cukup punya nama waktu itu, yakni Femmy Permatasari, Sarah Azhari, Rachel Maryam, Yosefany Waas, dan Shanty.
Model-model itu cuek saja mencopot pakaian. Maklum, mereka mengira di kamar mandi itu tak ada siapa-siapa. ''Waktu itu tidak ada kecurigaan sama sekali kalau ada orang ngintip,'' kata Rachel Maryam, yang namanya melambung lewat film Eliana, Eliana, kepada Rury Feriana dari Gatra. Nyatanya, memang ada orang mengintip. Para model rupanya tak sadar ada orang mengintai dari balik bagian atas cermin itu, lengkap dengan kamera di tangan yang diduga jenis handycam.
Cermin itu sendiri diyakini merupakan cermin dua arah. Dari depan tampak seperti cermin biasa, tapi dari belakang tak ubahnya kaca bening. Dari tayangan VCD tersebut, tampak jelas kamerawan melulu mengarahkan mata elektroniknya dari atas. Tapi, sesekali kamera ''merunduk'' dan tak sengaja merekam dinding luar kamar mandi dan tangannya sendiri. Di situ kelihatan jelas bahwa dinding luar kamar mandi, sebagian terbuat dari tripleks, tidak menutup sampai plafon, cuma sebatas tinggi manusia dewasa.
Dari balik dinding itu, ''kamerawan siluman'' diperkirakan berdiri di atas meja atau kursi dan mengarahkan kameranya dari balik cermin dua arah bagian atas. Tercatat beberapa kali kamera merunduk liar. Barangkali lantaran kamerawannya pegal. Yang pasti, setidaknya tiga kali di antaranya bertepatan dengan model-model yang menatap ke atas. Mungkin model itu cuma kebetulan mendongak, tapi boleh jadi curiga mendengar suara berisik.
Selama hampir enam tahun, rekaman seronok hasil curi-curi itu tersimpan rapi. Setidaknya, belum sampai bocor dan beredar ke mana-mana. Boleh jadi, si pelaku sekadar menjadikan hasil bidikannya itu untuk dinikmati sendiri. Entah kenapa, belakangan tahu-tahu rekaman itu beredar dalam betuk VCD. Tempat peredarannya, lagi-lagi, kota Bandung, Jawa Barat. Peredaran di kota itu, kabarnya, marak sejak sebulan silam. Masih belum jelas, bagaimana ceritanya rekaman di Asem Baris bisa beredar dan beranak-pinak di sana.
Menurut penelusuran wartawan Gatra Sulhan Syafi'i, peredaran kepingan plastik berisi gambar syur itu masih terbatas di kalangan mahasiswa di sana. Seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri di ''kota kembang'' itu, sebut saja Soni, mengaku sudah memiliki benda itu sebulan silam. Ia meng-copy-nya dari seorang teman, panggil saja Badu. Dari mana Badu memperolehnya? Soni tak tahu.
Seorang mahasiwa lain, kita panggil Didi, membeli VCD tersebut dari seseorang yang tak dikenalnya, seharga Rp 60.000. Setelah di-copy-nya satu kali, keping VCD kemudian dibagikan ke teman-temannya untuk di-copy pula. Didi mengatakan, VCD itu sekadar konsumsi antarteman, tidak untuk dikomersialkan. Alasannya, mereka takut ditangkap polisi.
Femmy, Sarah, dan Rachel mengetahui soal VCD itu Jumat dua pekan lalu. Sebelumnya mereka memang mendengar kabar itu, namun belum pernah melihat langsung. Sementara Shanty sudah lebih dulu mengetahui perihal VCD yang memuat hasil kejahatan susila atas dirinya. Sampai pekan lalu, mantan presenter MTV, yang kariernya di dunia tarik suara sedang melesat, ini masih shock.
Setelah menyaksikan tayangan VCD tersebut, Femmy dan kedua rekan senasibnya kaget bukan kepalang. Femmy bahkan kemudian ambruk dan sempat dilarikan ke rumah sakit. Besoknya, ketiga artis itu melapor ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. Mereka didampingi pengacara Amir Karyatin. Shanty, Yosefany Waas, dan sejumlah model lain yang juga jadi korban perbuatan keji itu belum bereaksi.
Yang jadi terlapor adalah Budi Han, pemilik studio tersebut. Budi Han dinilai melakukan perbuatan tak menyenangkan (Pasal 335 KUHP), mencemarkan nama baik (Pasal 311 KUHP), serta mengedarkan dan mempertontonkan gambar yang melanggar kesopanan (Pasal 282 KUHP). Namun, Budi mengaku tidak tahu-menahu soal aktivitas perekaman diam-diam tersebut. ''Gambar itu diambil tanpa sepengetahuan saya,'' kata Budi Han kepada Eric Samantha dari Gatra.
Toh, menurut Komisaris Besar Polisi Prasetyo, Kepala Bidang Humas Polda Metro, Budi bisa saja dinyatakan sebagai tersangka. Soalnya, ''Dia bertanggung jawab atas keamanan, kenyamanan, dan ketenangan orang yang berfoto di studionya,'' kata Prasetyo kepada Gatra. Polisi juga menduga, cermin tembus pandang yang berada di kamar ganti itu sudah lama bertengger di sana. Maka, polisi pun terus mengembangkan penyidikannya, karena tidak tertutup kemungkinan masih ada korban-korban lainnya. Sejauh ini, belum ada tersangka lain. Polisi juga belum mengetahui siapa kamerawan yang mengambil gambar tersebut.
Lima hari setelah melapor polisi, Femmy dan kawan-kawan menggelar konferensi pers di Badonci. Seperti telah disebut, Femmy meledak-ledak emosinya. Rachel dan Sarah agak tenang, meski kegeraman jelas di raut muka mereka. Seakan belum cukup, di akhir acara, Femmy kembali menumpahkan kegalauannya. Ia memohon agar masyarakat tidak menonton rekaman tersebut. ''Tolong jangan nonton rekaman itu. Tolong jangan ditonton. Sungguh ini sangat memukul saya dan suami,'' kata Femmy, masih dengan nada tinggi.
Syukur, reaksi masyarakat atas kasus ''VCD artis ganti baju'' ini berbeda dengan reaksi terhadap ''VCD Itenas'' tahun 2001. Pelakon kasus terakhir itu mendapat cemoohan pedas. Sedangkan para artis apes ini mendapat empati dan dukungan moral, terutama dari rekan-rekan artis. Maklum, perekaman gambar porno itu di luar pengetahuan korban, dan merupakan pelanggaran hak privasi.
Fadly, vokalis grup musik Padi, menyatakan tidak akan menonton VCD tersebut. ''Aku bisa ngebayangin sakitnya hati mereka,'' katanya kepada B.M. Lukita Grahadyarini dari Gatra. ''Privasi mereka terlanggar habis. Benar-benar tidak etis,'' kata presenter kuis ''Siapa Berani?'' yang juga pemain sinetron Alya Rohali kepada Alfian dari Gatra. ''Gila, perbuatan (pelaku) itu kelewat batas,'' penyanyi Rio Febrian menimpali.
Para artis itu juga khawatir, terbukanya kasus ini akan berdampak ''VCD artis ganti baju'' akan makin dicari. Para pedagang tak bermoral tentu berlomba mengambil keuntungan. Pengalaman menunjukkan, ''VCD Itenas'' dan ''VCD gadis sabun'' diserbu peminat setelah kasusnya tersiar luas. Peredarannya melebar, harganya pun melambung. Tampaknya kekhawatiran itu cukup beralasan.
Kalangan pedagang VCD kaki lima mulai kasak-kusuk berusaha mencari pemasok versi bajakannya. Seorang pedagang VCD di kaki lima Glodok, Jakarta Barat, mengaku cukup banyak orang menanyakan VCD tersebut. Demikian pula di Surabaya, Jawa Timur. Seperti dilaporkan wartawan Gatra Sawariyanto, sejumlah pedagang VCD di ''kota buaya'' itu tampak berlomba menjanjikan akan memasok barang itu pekan-pekan ini. ''Dua-tiga hari lagi pasti barang itu ada di sini,'' kata seorang pedagang VCD di Jalan Genteng Kali, Jumat pekan lalu.
Meletupnya kasus ini seakan makin menunjukkan bahwa sesungguhnya banyak tempat yang rawan kamera pengintai. Tahun lalu, di Pati, Jawa Tengah, mencuat kasus sejenis dengan korban karyawati perusahaan rental komputer. Pelakunya tak lain pemilik perusahaan tersebut, dengan modus menempatkan kamera mini di kamar mandi. Para karyawan yang semuanya wanita diwajibkan mandi siang hari di situ. Ketika mandi itulah, kamera merekamnya (Gatra, 14 September 2002).
Agak mundur lagi, tahun 1999, pernah beredar di internet rekaman gambar perempuan, mirip sekali dengan seorang artis top, sedang mandi. Tak jelas betul di mana lokasinya. Diperkirakan di kamar mandi sebuah hotel berbintang. Dari posisi gambarnya, adegan mandi itu direkam kamera mini yang tersembunyi di celah plafon. Di Palembang, Sumatera Selatan, dua tahun silam, sempat beredar VCD berisi adegan mesum sepasang remaja di sebuah kamar hotel. Diduga, remaja itu tak sadar perbuatannya direkam mata elektronik.
Salon tertentu agaknya juga patut diwaspadai. Tahun lalu, beredar foto di internet yang menampilkan seorang perempuan sedang dilulur. Tubuh telanjang si perempuan terlihat jelas dari posisi atas. Ditaksir, gambarnya diambil dari kamera mini yang terselip di plafon ruangan. Memang belum jelas, di mana salon itu berada.
Menurut ahli pemakaian kamera di Yogyakarta, Fred Wibowo, maraknya pengambilan gambar secara diam-diam itu tak lepas dari makin majunya teknologi kamera. Kamera canggih itu sudah banyak beredar di pasar. Jenis dan ukurannya pun bermacam-macam. Dari yang fleksibel, seukuran kabel, sampai sebesar jempol kaki. Kamera-kamera itu mudah diselipkan, bahkan di celah sempit sekalipun. Karena itu, Fred menganjurkan agar siapa pun waspada terhadap tempat-tempat yang dianggap rawan kamera tersembunyi.
Direktur Rumah Produksi Indriya Production & Media Center yang juga Ketua Dewan Kesenian Yogyakarta itu mengecam keras pihak-pihak yang memasang kamera pengintai dengan tujuan mengintip privasi orang. ''Itu melanggar hak pribadi, jelas perbuatan kriminal. Di Eropa atau Amerika, pelakunya bisa dituntut dengan denda sangat tinggi,'' kata Fred kepada Gatra.
Di Taiwan pun, pelaku pencurian gambar seperti itu diancam hukuman cukup tinggi. Itu dialami Kuo Yu-ling. Februari tahun lalu, pria 44 tahun itu dituntut hukuman empat tahun penjara atas dakwaan merekam diam-diam adegan percintaan Chu Mei-feng dengan pacar gelapnya, Tsai Jen-chien.
Chu, politikus berusia 35 tahun, terlibat skandal seks dengan Tsai Jen-chien, 49 tahun, mantan Wali Kota Hsinchu, Taiwan bagian utara. Rekaman adegan hot yang diambil di rumah Chu, 25 Desember 2001, itu tersebar dan menggegerkan negeri asal penyanyi dan bintang televisi F4 tersebut. Kuo dibebaskan setelah membayar jaminan sejumlah besar uang.
Bagaimana di Indonesia? Praktisi hukum Paskalis Pieter, 44 tahun, mengakui pasal pidana kasus ini tergolong ringan. Ancaman hukuman maksimalnya cuma satu setengah tahun penjara. Artinya, tersangkanya tidak wajib ditahan. Ia memperkirakan, hukuman yang ringan akan sulit membuat jera pelaku. Juga tidak akan cukup efektif membikin jeri para calon pelakunya. Meski begitu, kata Paskalis, masih ada cara membikin pelaku shock. Yakni, korban sebaiknya menggugat perdata. ''Gugat saja ganti rugi moril materiil dengan nilai tinggi, biar pelakunya tahu rasa,'' katanya, bersemangat.
Bekas pengacara ''ratu ekstasi'' Zarima itu menganjurkan agar masyarakat berpartisipasi mengatasi ancaman kamera-kamera tersembunyi. Satu cara di antaranya, jangan ragu melaporkan ke pihak berwajib seandainya seseorang menemukan alat perekam tersembunyi ditujukan pada dirinya atau orang banyak. ''Laporkan ke polisi, repot sedikit tak apalah. Mari kita lawan penjahat perusak moral dan etika ini,'' kata Paskalis.
Taufik Alwie, Hendri Firzani, dan Joko Syahban (Yogyakarta)
[Laporan Khusus, GATRA, Nomor 20 Beredar Senin 5 April 2003]