Sunday, June 9, 2013

Republika - Yang Unik dari Paritohan

Minggu, 2 September 2007.



Yang Unik dari Paritohan

























Ada kebiasaan menarik yang dilakukan tiap karyawan Inalum bila mereka hendak keluar wilayah Paritohan. Bila bertemu dengan warga sekitar yang menunggu mobil di pinggir jalan, maka karyawan Inalum wajib mengangkutnya. Bila tidak, sanksi perusahaan siap menimpa sang karyawan. Lho kok bisa? Wajar saja, di daerah Paritohan memang tak ada taksi atau angkot untuk membawa warga sekitar keluar wilayah. Sarana transportasi massal hanyalah bus berukuran sedang milik Inalum. Karena jumlahnya terbatas, maka bus itu jarang sekali lewat. Paling pagi, bus gratis itu berangkat sebelum matahari terbit, dan menjelang sore sudah tidak lagi mengambil penumpang. Jalanan Paritohan sangat lenggang. ''Kalau tidak membawa rombongan ini, mobil kami harus berhenti dan mengangkut mereka,'' tutur S Sijabat, senior manager Public Relation PT Inalum, sembari menunjuk serombongan ibu berpakaian batik tenun berwarna cerah yang sedang menunggu di pinggir jalan. Mereka membawa banyak bawaan. Tampaknya !

ingin ke suatu pesta adat, entah di mana. Tak jauh dari tempat itu, berdiri Desa Pintu Pohan Meranti. Desa ini tepat berada di balik kemegahan Kompleks Perumahan Stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Air Siguragura, Paritohan, Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara (Sumut). Di bilang megah karena sarana dan prasarana di kompleks itu sangat bertolak belakang dengan desanya. Desa Meranti adalah satu ruas jalan berdebu yang kering dengan perumahan penduduk berjajar tak rapi di sepanjang jalannya. Rata-rata rumah di desa yang dihuni oleh sekitar 200 kepala keluarga itu terbuat dari kayu beratapkan seng. Tiap rumah memiliki antena parabola, yang lucunya lebih jernih menangkap siaran TV3 asal Malaysia ketimbang siaran televisi nasional. Sementara kompleks perumahan karyawan Inalum adalah rumah mungil tertata rapi di pinggir jalan berbukit dengan rumput hijau yang dicukur pendek. Ada lagi yang unik tentang desa ini, yaitu banyaknya anak kecil. Secara iseng kami bertanya ke Pak Simanj!

untak, yang juga menyertai kami pelesiran. ''Kok banyak anak k!

ecil ya

Pak? Wah, ini pasti karena penduduknya banyak punya waktu luang,'' kataku sambil nyengir. Ternyata jawaban Pak Simanjuntak senada denganku. Saking banyaknya waktu luang mereka, rata-rata setiap keluarga memiliki anak lebih dari tiga orang. Oleh sebab itu, di desa setempat, pemerintah menggerakkan program KB untuk menekan jumlah pertumbuhan. ''Saya salah satu penyuluh KB-nya,'' celetuk Pak Simanjuntak. Untungnya, Pak Simanjuntak ini tidak tertular kebiasaan setempat. Meski tinggal di kompleks perumahan yang juga lengang, toh anaknya hanya semata wayang.

(evy )