Monday, June 10, 2013

Republika - Ribuan Obat Herbal Belum Diteliti

Selasa, 3 April 2007.



Ribuan Obat Herbal Belum Diteliti

























JAKARTA -- Indonesia memiliki sekitar 3.000 jenis tanaman obat. Namun, yang sudah digali dan diteliti baru sedikit. Padahal, efek samping penggunaan obat herbal lebih sedikit dibandingkan obat yang berbahan kimia. Menurut data perusahaan kosmetik Marthatilaar, dari 3.000 jenis tanaman obat hanya 10 persen yang baru diteliti. Demikian disampaikan Wakil Rektor II Universitas Yarsi, Susi Endrini, kepada Republika, seusai pidato inaugurasi Universitas Yarsi berjudul Keanekaragaman Flora: Potensi Alam Tersembunyi yang Harus Digali, di Jakarta, Senin (2/4). Menurut Susi, dirinya bersama beberapa orang temannya baru bisa meneliti 50-100 tanaman obat, ilmuwan lain pun demikian. ''Itu berarti masih banyak kekayaan alam kita yang belum diteliti,'' katanya menjelaskan. Penelitian, kata Susi, memang membutuhkan modal. Karena itu, saat melakukan penelitian ia mendapatkan beasiswa dari Malaysia. Dengan beasiswa dari Malaysia, ia berhasil membuat obat antikanker. Obat herbal itu!

dikemas dengan cara menarik yakni dalam bentuk teh dan dijual Rp 200 ribu per bungkus. Namun, sebenarnya, jika dilihat dari manfaatnya, devisa yang bisa didapatkan suatu negara sangatlah besar jika mau memberikan dana untuk penelitian. ''Jika setiap tanaman obat bisa dikomersilkan tentunya akan membantu pembangunan Indonesia,'' kata Susi. Jangan sampai, kata dia, negara lain yang meneliti tanaman obat Indonesia dan mereka yang mendapat keuntungan. Indonesia, kata Susi, sejak dulu sangat mengenal tanaman obat. Ketika sakit perut, maka orang tua memberikan anaknya daun jambu batu dan sembuh. Kekayaan turun temurun ini bisa dilestarikan dengan cara menelitinya, sehingga terakui dalam dunia kesehatan. Diakui Susi, kemasan obat ramuan tidak diminati masyarakat karena kemasannya yang tidak menarik serta rasanya yang tidak enak. Sedangkan obat kimia dikemas dengan cara sederhana sehingga mudah diminum. Untuk itu, peneliti selain bertugas untuk meneliti mempunyai kewajiban men!

gembangkan cara pengemasan yang menarik. Mengenai sumber day!

a manusi

a, Susi menjelaskan, peneliti di Indonesia tidak kalah bagus. Namun, persoalannya dukungan dana untuk penelitian di Indonesia masih minim. Susi menjelaskan, keadaan kota besar setiap tahunnya makin tidak sehat. Ia mencontohkan, keadaan Jakarta yang makin tidak bersahabat membuat orang akan mudah stres. Bahkan, untuk menghindari macet, masyarakat berangkat lebih awal sehingga tidak sempat olah raga. Di jalanan, masyarakat harus melawan serangan debu jalanan ataupun asap kendaraan. Melihat kondisi ini, Susi sedang mengembangkan permen antioksidan. Selama ini, masyarakat mengisap permen di dalam bus. Namun, jika permen yang diisapnya mengandung antioksidan akan menjaga metabolisme tubuh. ''Permen antioksidan ini dibuat dari herbal dengan kemasan permen. Itu berarti kita bukan hanya meneliti tapi memikirkan cara pengemasannya juga,'' katanya menjelaskan. Dalam pidatonya, Susi menjelaskan, penemuan obat herbal antikanker temuannya. Salah satu temuannya adalah kejibeling (Stro!

bilanthes crispus). Tanaman ini merupakan tanaman yang diyakini berasal dari Indonesia dan pertama kali ditemukan Thomas Anderson, yang mengklarifikasikan tumbuhan ini sebagai spermatofit. Kejibeling berumur enam bulan siap dipetik. Obat yang dibuatnya, kata Susi, kini dibuat dalam bentuk teh dan telah dipasarkan di Malaysia. Dalam waktu dekat ini, obat tersebut akan diekspor ke Jepang. ren

( )