Saturday, June 8, 2013

Republika - Ahmadiah

Kamis, 12 Juni 2008.



Ahmadiah





Studi Kasus Pakistan



















Hal yang menyedihkan dari umat Islam adalah mereka mempelajari sejarah, tetapi tidak belajar dari sejarah. Dr Muhammad Iqbal, salah seorang pendiri negara Pakistan, mengecam aliran Qadiani (Ahmadiah) dan menyatakan mereka sebagai Penghianat terhadap Islam. Dr Muhammad Iqbal pernah mengusulkan penyelsaian aliran Qadiani dengan menetapkan mereka sebagai non-Muslim. Hal ini sesuai dengan kepercayaan mereka bahwa umat Islam adalah kafir. Seperti pernyataan Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad yang dimuat dalam ''Aina-e-Sadaqat'' halaman 35: ''Semua umat Islam yang tidak mengikuti Al Masih Al-Mauud (Mirza Ghulam Ahmad) adalah kafir dan keluar dari Islam, meskipun mereka tidak mendengar seruan ini.'' Hal senada juga sering disampaikan oleh Mirza Ghulam Ahmad. Dengan menempatkan mereka di luar Islam sesuai dengan keyakinan mereka, menurut Dr Muhammad Iqbal, maka umat Islam akan memberikan toleransi kepada mereka seperti pada agama-agama lainnya. Usulan Muhammad Iqbal ini menjadi k!

esepakatan umat Islam India. Namun usulan ini ditentang oleh penguasa Inggris. Karena bila diterima akan memukul balik penjajah Inggris sendiri, karena tujuan pendirian aliran Ahmadiah adalah untuk mengacak-acak sendi-sendi Islam dan Ukhuwwah Islamiyah. Dalam buku ''Qadianiat'' halaman 25 disebutkan: ''Tujuan utama penjajah adalah untuk memecah belah umat Islam. Sejak mereka gagal dengan berbagai cara, kemudian mereka menggunakan cara berbelok melalui mesin Qadiani.'' Bentrokan yang terjadi di Monas pada 1 Juni 2008 (ini tidak berhubungan dengan hari lahirnya Pancasila) antara Umat Islam, di mana Front Pembela Islam di satu pihak dan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang di dalamnya ada orang-orang NU di lain pihak, sangat disayangkan. Bentrokan antara dua kelompok ini dimenangkan oleh Ahmadiah. Perlu diketahui bahwa masalah Ahmadiah bukan masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan, tetapi perusakan terhadap ajaran pokok Islam. Dalam buku ''Tauh!

id-i-Maram'', Mirza Ghulam Ahmad menggambarkan Allah seperti h!

ewan lau

t, bahwa Allah memiliki sungut yang menyebar ke segala arah yang melampaui alam semesta. Ini pelecehan terhadap Allah dan Alquran surat Asy-syuraa 11. Dalam kitab suci mereka ''Tazkirah'', ratusan ayat-ayat Alquran diacak-acak. Pada halaman 33, diacak-acak surat Al Baqarah 23, denga mengganti kata ''bi-suratin'' dengan kata ''bi-syifain''. Pada halaman 36, mengacak-acak surat Al-Hijr 53, dengan mengganti kata ''aliim'' menjadi ''Hasiin''. Halaman 43, surat Al-Anfal 17 diaduk-aduk dengan ucapan Mirza Ghulam Ahmad. Pada halaman 94, dengan memenggal ayat 12 surat Al-Baqarah, disambung dengan memenggal ayat 62 surat Asy-Syura, lalu disambung dengan mengacak-acak ayat 118 surat Al-Mukminun, kemudian memenggal ayat 10 surat Al-Qamar, lalu masuk ayat Injil. Sekali lagi, ini bukan kebebasan beragama tetapi perusakan agama. Dan setiap Muslim berkewajiban membelanya. Ketika Pakistan merdeka tahun 1947, adalah Dr Muhammad Iqbal yang mengusulkan agar pengikut Ahmadiah diberi tempat di !

Pakistan dengan harapan mereka bisa sadar dan kembali kepada ajaran Islam yang benar. Pengikut Qadiani kemudian memindahkan markas mereka ke Robwah di Propinsi Punjab. Kebaikan yang diberikan kepada mereka malah dijadikan sebagai alat penyesatan umat, dan mengarah kepada perbuatan makar. Pidato pimpinan Ahmadiah di Quetta, Baluchistan, salah satu negara bagian terbesar di Pakistan pada 13 Juli 1948 yang merencanakan pendirian negara bagian Ahmadiah memperkeruh situasi. Puncaknya meledak pada tahun 1953, ketika muncul perlawanan besar-besaran umat Islam melalui gerakan anti-Ahmadiah dalam bentuk kekerasan, sehingga pemerintah memberlakukan Hukum Darurat. Pemerintah Pakistan berusaha mempersempit ruang gerak mereka agar tercipta kedamaian dalam masyarakat, tetapi demikian besarnya desakan masyarakat akhirnya Majlis Nasional Pakistan menetapkan Pasal 260 UUD yang mengatakan Ahmadiah di luar Islam dan melarang kegiatan mereka. Pada tahun 1974, Rabithah Alam Islami dalam putus!

annya mengatakan aliran Ahmadiah adalah kafir dan keluar dari !

Islam. T

ahun 1975, disusul Malaysia dan Brunei melarang aliran ini. Hal yang sama dilakukan oleh Arab Saudi, Turki, Mesir, Afghanistan dan negara-negara Muslim lainnya. Sikap ini diambil sebelum wabah ini mengganas dan menjadi bom waktu. Dan bila pemerintah Indonesia tidak tegas, maka hanya memperpanjang persoalan bangsa. Bangsa ini sudah lelah berputar-putar dalam krisis ekonomi, politik dan aliran sesat sehingga kebangkitan bangsa yang dicita-citakan yang melibatkan semua unsur bisa-bisa Baru Bisa Mimpi. H Pangadilan Daulay MA MSc Dosen Institut PTIQ Jakarta Jl. H Ahyar No.16 Duren Sawit, Jakarta Timur

( )