Wednesday, June 12, 2013

KoranTempo - Keganjilan-keganjilan Teori CIA

Jumat, 20 September 2002.

Keganjilan-keganjilan Teori CIA CIA dan Badan Intelijen Nasional mengungkapkan berbagai rencana teror yang dilakukan Umar Al Faruq. Namun keganjian teori mereka begitu kentara.



Tak seperti biasanya para anggota DPR dibolehkan memasukkan kawasan dengan penjagaan super ketat di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Mereka mesti melewati pagar setinggi rumah berlapis-lapis. Rabu (18/9) siang para anggota legislatif memang tengah diboyong ke kantor Badan Intelijen Negara (BIN) untuk sebuah rapat tertutup. Yang dibahas adalah isu terpanas pekan ini soal penangkapan Umar Al Faruq seperti yang dilansir majalah Time dengan mengutip dokumen lembaga intelijen Amerika Serikat, CIA.



Jajaran BIN langsung dipimpin Kepala BIN, A.M. Hendropriyono rupanya ingin meyakinkan anggota Komisi I tentang betapa jaringan Al Qaidah telah menyusup ke Indonesia. Maklumlah selama ini sebagian masyarakat, juga para anggota DPR meragukan kebenaran cerita versi CIA.



Namun upaya meyakinkan para anggota dewan itu ternyata tak mulus seperti yang diinginkan BIN. Banyak anggota DPR yang tak yakin bahwa Al Qaidah telah menyusup ke Indonesia melalui aksi demo buruh dan gerakan Islam.



Agar lebih meyakinkan, pertemuan tertutup BIN juga memutar film tentang operasi penangkapan teroris. "Tapi, sebenarnya anak saya pun bisa membikin film seperti itu sebab dalam film itu orang-orangnya ditutup kepalanya," kata



Anggota Komisi I, A.M. Luthfi kepada wartawan. Ketua Fraksi Reformasi MPR itu menambahkan, "Dia [Hendropriyono] tahu kita nggak yakin. Dikasih makan, enak saja kita."



Kisah Al Faruq seperti yang ditulis Time memang menimbulkan sejumlah pertanyaan. Contohnya adalah Umar Al Faruq yang tinggal di Desa Cijambu, Cijeruk, Bogor.



Dusun ini hanya empat kilometer dari Kampung Maseng, Desa Warung Menteng, daerah yang sempat terkenal pada 1999 ketika dituding polisi menjadi markas Angkatan Mujahiddin Islam Nusantara (AMIN). AMIN dituduh mendalangi peledakan Masjid Istiqlal dan sejumlah kantor di Hayam Wuruk, Jakarta.



Investigasi Tempo (Tempo, 25 Februari 2001) menemukan bahwa penuh rekayasa dan kejanggalan dalam penyidikan polisi. Selain itu rangkain pengeboman itu mengindikasikan keterlibatan intelijen dengan memanfaatkan tokoh-tokoh Islam garis keras.



Misteri lain adalah soal telepon seluler 08129-576-852 yang disebut oleh Time milik Umar Al Faruq. Koran Tempo berulang kali menghubungi nomor itu namun selalu tak aktif.



Namun, beberap hari lalu menurut nomor itu milik Nasuha, seorang warga yang mengaku tinggal di Kampung Muara, Pasar Klender, Jakarta Timur. Ketika Nasuha ditanya bahwa nomor itu dikaitkan dengan Al-Faruq seperti dilansir majalah Time, dia menyatakan tidak tahu apa-apa.



"Ini nomor telepon saya. Sejak Selasa (17/9) juga ada yang menghubungi, tapi tidak nyambung-nyambung," ujar Nasuha yang mengaku tak kenal Agus Dwi Karna namun pernah melihat Abubakar Ba�asyir dan Fathur Rohman Al-Ghozi setahun lalu pada acara halal bihalal di bilangan Senen, Jakarta Pusat.



Nasuha mengaku memiliki nomor itu sejak dua tahun lalu. "Mungkin, nomor saya dicatut orang," kata aktivis PPP yang mengaku sering ke Jawa Timur untuk berziarah itu kepada Jawa Pos. Dia merasa susah setelah nomor itu dipublikasikan Time. Sebab, ada yang menelepon sambil mengancam.



Nomor itu, menurut Time mengutip dokumen CIA, dinilai penting. Sebab, nomor itu ada di dalam nomor telepon seluler Agus Dwi Karna dan Fathur Rohman Al-Ghozi. Bahkan, nomor itu juga dikontak Abu Zubaydah, tokoh tertinggi Al Qaidah yang berada di tahanan Guantanamo, Kuba. CIA bahkan mengaku menemukan nomor itu pernah dikontak Ibin Al-Khattab, komandan Chechnya yang terkait Al Qaidah.



Di samping soal "gelapnya" kisah nomor telepon itu, pemuatan dokumen CIA itu juga tampak serba kebetulan. Laporan majalah Time itu keluar hampir bersamaan dengan kabar pekan ini di Singapura bahwa pemerintah setempat telah menahan (lagi) 21 militan Islam yang berkaitan dengan Al-Qaidah. Laporan itu juga bersamaan dengan telepon Presiden Amerika Serikat George Bush pekan ini kepada Megawati, yang menurut siaran pers Gedung Putih, "dalam kaitan serangan Amerika ke Irak".



Mantan Direktur Badan Koordinasi Intelejen Nasional (BAKIN) A.C. Manulang juga menyebut banyak kejanggalan dibalik penangkapan Faruq pada Juli lalu. Dia menyebut pada pernyataan Kepala Polri Jenderal Da�i Bachtiar bahwa Polri tidak terlibat dalam penangkapan itu. Di samping itu, dalam penyerahan ke pihak Amerika Serikat tidak disertai dokumen-dokumen. "Seharusnya kan ada pengumuman atau dokumen deportasi. Ini menunjukkan tidak ada koordinasi antara polisi dengan intelijen," ujar dia.



Manulang menduga sebenarnya Al Faruq adalah agen binaan badan intelejen Amerika Serikat (CIA). Al Farouq ditugaskan untuk menyusup dan merekrut agen lokal melalui kelompok-kelompok Islam radikal. "Karena tugasnya sudah selesai, dibuat skenario tertangkap," kata Manulang saat dihubungi melalui telepon, Kamis sore (19/9).



Menurut analisis Manulang, hal itu dapat dibaca dari pola yang dipergunakan Al Faruq, yaitu berkewarganegaraan Kuwait, memiliki paspor Pakistan, masuk ke Indonesia melalui jalur pengungsi dan kemudian menikahi orang Indonesia. Sasarannya, menciptakan konflik terkendali di Indonesia dengan membangun opini Indonesia sebagai ladang persemaian teroris yang subur. "Setelah memperoleh informasi lengkap, lumrah dalam dunia intelejen untuk menghilangkan orang," katanya.



Mengenai pengakuan Al Farouq seperti diungkapkan majalah Time bahwa dia adalah otak dibalik rencana pembunuhan Megawati dan berbagai pemboman di Indonesia, Manulang menilai hal itu adalah upaya mengkambinghitamkan kelompok Islam. "Agus Dwikarna itu kan hanya pengkhotbah agama," ujar dia.



"Yang melakukan pemboman adalah intelejen anti Islam. Mereka orang-orang yang terlatih dan terorganisasi," kata Manulang. Namun, menurut Manulang, tidak menutup kemungkinan bahwa Al Farouq juga merekrut orang-orang radikal dari kelompok Islam. "Mereka tidak sadar yang dilakukan," katanya. sapto pradityo/wahyu mulyono/bs