Monday, June 10, 2013

detikcom - Profil Adiguna, Bungsu Ibnu Sutowo yang Tersangka Pembunuh

Senin, 3 Januari 2005.

Updated

Profil Adiguna, Bungsu Ibnu Sutowo yang Tersangka Pembunuh

Nurul Hidayati - detikcom



Jakarta -

Nama Adiguna Sutowo (40-an tahun) mencuat seiring kasus penembakan yang diduga dilakukannya di Club and Lounge Fluid Hotel Hilton, Jakarta. Siapa Adiguna?



Dibanding Pontjo Sutowo, abangnya, nama Adiguna masih kalah pamor. Bahkan selama ini Adiguna lebih dikenal sebagai pereli nasional. Anaknya, (alm) Adri Sutowo pun menitis darah ini.



Nama Adiguna memang tak bisa lepas dari Ibnu Sutowo, eks Dirut PT Pertamina dan pensiunan jenderal bintang tiga era Soeharto. Dari perkawinannya dengan Zaleha binti Syafe'ie, yang dinikahinya pada 12 September 1943, Ibnu mendapatkan 7 anak. Mereka adalah Nuraini Zaitun Kamarukmi Luntungan, Endang Utari Mokodompit, Widarti, Pontjo Nugroho Susilo, Sri Hartati Wahyuningsih, Handara, dan Adiguna.



Seperti saudara-saudaranya yang lain, si bungsu Adiguna pun berkecimpung dalam bisnis. Dia tercatat sebagai bos perusahaan farmasi PT Suntri Sepuri. Perusahaan yang didirikan pada 1998 ini memproduksi tablet, kapsul, sirup dan suspensi, sirup kering/serbuk injeksi beta laktam.



Dan membicarakan bisnis Adiguna, mau tak mau harus membicarakan bisnis keluarga Ibnu Sutowo. Pasalnya, bisnis Adiguna dibangun bersama-sama dengan anggota keluarganya yang lain.



Keluarga Ibnu Sutowo ketika Orba masih berkuasa, mempunyai sedikitnya 20 perusahaan. Ini termasuk PT Adiguna Shipyard (galangan kapal, pengadaan fiber glass kapal) dan PT Adiguna Mesin Tani (agicultural). Keluarga ini juga pemilik PT Indobuild Co (real estate, hotel) yang menguasai hak pengelolaan lahan di seputar Senayan - lokasi hotel, apartemen dan convention center.



Keluarga Ibnu Sutowo lebih dikenal lewat konglomerasi Grup Nugra Santana (bursa saham, pemasaran, manajemen properti, investasi bangunan). Di bawah grup inilah keluarga Sutowo menguasai penjualan dan pemasaran operasional 5 hotel kelas atas: Jakarta Hilton International Hotel, Lagoon Tower Jakarta Hilton International, The Hilton Residence, Patra Surabaya Hilton International dan Bali Hilton International. Ekspansi besar-besaran dimotori Pontjo Sutowo.



Tapi pada 1997, kibaran bisnis keluarga Ibnu Sutowo melorot. Majalah Swa edisi November 2004 lalu menulis, tragedi Bank Pacific yang dimotori Endang Utari Mokodompit -- kakak Adiguna -- menyusul bank tersebut dilikuidasi Pemerintah, November 1997, diduga menjadi pemicu memudarnya pamor Grup Nugra Santana. Meski demikian, sebagian sahamnya masih bercokol di Hilton, branding yang akan tetap dipakainya selama 20 tahun sesuai kontrak sejak 1996 silam.



Majalah Swa lewat laporannya bertajuk "Menumpuk Utang di Bank, Terbelit Bisnis Sendiri" menulis bahwa bisnis Grup Nusa Santana tak lagi prospektif. Pengamat ekonomi Wilson Nababan menilai, berbagai proyek properti khususnya hotel yang dibangun Grup Nugra Santana menjadi kartu mati yang sulit dikembangkan lagi. Bisnis kelompok ini di bidang perkapalan seperti Adiguna Shipyard juga mengalami penurunan yang sangat tajam.



Adiguna juga merajai media. Pada tahun 1992, Adiguna bersama Soetikno Soedardjo dan Onky Soemarno mendirikan Hard Rock Cafe. Joint venture ini membuahkan group usaha yang dikenal sebagai MRA Group. MRA ini kemudian berkembang pesat dan saat ini memiliki beberapa divisi yang menaungi beberapa unit usaha seperti Zoom Bar & Lounge, BC Bar, Cafe 21, Radio Hard Rock FM (Jakarta, Bandung, Bali), i-Radio, MTV radio, Majalah Kosmo, Majalah FHM , Omni Chanel (TV), IP Entertaiment.



Di samping itu Adiguna juga merupakan pemilik Four Seasons Hotel dan Four Seasons Apartement di Bali. Belakangan ini, Adiguna baru saja membeli Reagent Hotel di Jakarta (yang sekarang berganti nama Four Seasons Hotel). Selain itu dia juga memegang dealership Ferrari dan Maserati, Mercedes Benz, Harley Davidson, Ducati, B&0, dan Bulgari.



Menurut catatan George Aditjondro, Adiguna juga sempat memiliki hubungan bisnis dengan Tommy Soeharto di masa jayanya. Keduanya mendirikan PT Mahasarana Buana (Mabua) pada tanggal 5 September 1985. Perusahaan yang beroperasi di Batam ini berdagang dinamit untuk keperluan industri.



Untuk itu, Mabua mengelola gudang penyimpan bahan peledak di Pulau Momoi, dekat Batam, sebelum didistribusikan kepada para pelanggan. Adiguna yang juga anggota Persatuan Menembak dan Berburu Seluruh Indonesia (Perbakin) ini dikenal cukup dekat juga dengan kerajaan bisnis Sudwikatmono.



Kini seperti Tommy Soeharto -- sang sohib --, Adiguna juga terpaksa mencicipi sempitnya hotel prodeo di sel Polda Metro Jaya. Keduanya dituduh melakukan kejahatan yang nyaris persis: menembakkan timah panas hingga sang korban tewas.





(

nrl

)