Friday, June 7, 2013

detikcom - 2 Pasien Amandel & Sakit Perut Tewas, Dokter Dilaporkan

Sabtu, 23 Desember 2006.

2 Pasien Amandel & Sakit Perut Tewas, Dokter Dilaporkan

Rafiqa Qurrata A'yun - detikcom

Jakarta -

Dua dokter di RSAL Mintohardjo dan RS Sukmul Sisma Medika dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Sabtu (23/12/2006). Mereka diduga melakukan malpraktik yang menyebabkan pasiennya meninggal dunia.



Kedua dokter adalah dr Radito yang praktik di RSAL Mintohardjo di kawasan Benhil, dan dr Hans Mansjoer yang praktik di RS Sulmul Sisma Medika, Jalan Tawes, Tanjung Priok, Jakarta Utara.



Laporan disampaikan keluarga kedua korban, yakni almarhumah Sriyanah dan almarhumah Siti Rodiah. Keluarga yang melaporkan didampingi Direktur LBH Kesehatan Moch Sentot Sedayuaji.



Keluarga almarhumah Rodiah diwakili adiknya, Novita Sulistyowati, sedangkan almarhumah Siti Rodiah diwakili suaminya, M Djutari.



Kedua laporan tersebut masing-masing bernomor 4848/K/XII/2006/SKP Unit II dan 4849/K/XII/2006/SKP Unit II.



Ancaman



Kedua dokter tersebut diancam dengan pasal 359 KUHP, pasal 51 huruf a juncto 79 huruf c UU 29/2004 tentang praktik kedokteran yang berbunyi, karena kelalaian menyebabkan orang meninggal, tidak menjalankan tindakan medis sesuai SOP.



Kedua dokter dianggap lalai karena telah menyebabkan pasiennya meninggal.



Menurut Novita, kakaknya, Sriyanah, pada 31 Oktober dibawa ke RSAL Mintohardjo untuk mendapatkan perawatan sebelum operasi amandel.



Operasi terhadap ibu satu anak yang bekerja sebagai PNS di BLKD itu dilakukan keeseokan harinya, 1 November pukul 08.30 WIB.



Operasi yang dilakukan oleh dokter Radito ternyata tidak berjalan lancar. Pukul 09.30 WIB, Sriyanah mengalami pendarahan hingga lebih dari satu ember.



Untuk menghentikan pendarahan, pukul 17.30 WIB, Sriyanah kembali dibawa ke ruang operasi untuk dioperasi kembali. Operasi berlangsung selama 1 jam. Namun setelah tindakan tersebut, Sriyanah tidak sadarkan diri selama 1 bulan 9 hari.



Pada 1 Desember, keluarga melihat ada keganjilan, yakni terdapat bercak-bercak merah di belakang tubuh, dada, telinga, ketiak kanan kiri, lengan kanan kiri. Bahkan pada 3 Desember, kedua kelopak matanya berwarna kuning.



Pada 4 Desember, Sriyanah ditangani dokter ahli kulit, Syarif Hidayat. Setelah ditangani dokter Syarif, kulit kemerahannya memang berkurang, tapi merambah ke paha kaki Sriyanah.



Pada 5 Desember, dr Atikah yang ahli paru-paru mengatakan paru-paru Sriyanah berisi air dan HB turun drastis.



Empat hari kemudian, 9 Desember pukul 06.45 WIB, Sriyanah kejang-kejang dan matanya melotot tidak berkedip. Dari mulutnya juga keluar cairan dan darah tanpa henti.



Sriyanah kemudian disuntik antikejang oleh dr Rony. Warga Pesanggrahan, Jakarta Selatan itu juga diberi obat untuk otaknya. Namun obat tersebut menyebabkan kulit Sriyanah memerah dan jadi sangat tebal, sehingga obat dihentikan.



Serelah dihentikan, Sriyanah mengalami kejang-kejang lagi. "Kejang-kejangnya sangat mengerikan, sejak pukul 06.00 WIB sampai pukul 11.15 WIB, Mbak Nana menemui ajalnya," tutur Novi.



"Kematian kakak saya tragis sekali, kadang-kadang anaknya masih sering ngajak ke kuburan maminya, dia sering kangen sama maminya," ujar dia.



Didampingi LBH Kesehatan, keluarga Sriyanah juga akan menyampaikan tuntutan perdata yang pekan depan akan didaftarkan ke PN Jakpus.



Sakit Perut



Sementara kasus yang menimpa Siti Rodiah di RS Sukmul, menurut M Djutari, terjadi pada 5 Desember 2006 lalu.



Saat itu, M Djutari menuturkan, hari sudah malam. Namun istrinya mengeluh sariawan dan sakit perut. Pukul 23.00 WIB, Siti dibawa ke RS Susmul.



Sampai di rumah sakit, Siti diperiksa dokter jaga di UGD dan disarankan rawat inap. Malam itu juga dia dirawat di Paviliun Mawar Kelas III, diinfus dan diberi obat, yakni Betadin kumur, Panadol, New Diatabes, dan sempat diinjeksi 2 kali. Usai diinjeksi, Siti sempat mengeluh tidak ada perubahan.



Dokter Hans Mansjoer SpPd kemudian menyuruh Siti puasa. Perut Siti kemudian dirontgen sampai 3 kali dengan alasan untuk mengetahui kondisi lambung.



Setelah dilakukan rontgen, Siti disuruh puasa lagi. Namun saat keadaannya makin kritis dan lemah dengan perut bengkak dan suhu badan panas, Siti diminta pindah RS Setianegara, Sunter, dan harus menyerahkan uang Rp 15 juta.



Namun belum sempat dipindah, pada 7 Desember pukul 08.00 WIB, Siti menghembuskan nafas terakhirnya tanpa diketahui apa penyakitnya.



(

umi

/

sss

)