Di gugurkannya UU No.50 tahun 2012 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) meninggalkan problem tersendiri bagi 15 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Sultra. Pasalnya, putusan MK diambil ketika sekolah tengah melaksanakan program tersebut. Disatu sisi, pihak sekolah tetap berkeinginan agar program ini akan dilaksanakan hingga penghujung tahun ajaran sesuai dengan permintaan Kemendiknas, namun dikarenakan MK belum bergeming maka putusannya harus tetap dilaksanakan.
Menyikapi hal itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sultra, Ryha Madi menegaskan pihak sekolah harus patuh dengan putusan MK, meskipun hal itu berimpilkasi terhadap program yang tengah dilaksanakan, terlebih putusan MK sudah berkekuatan hukum tetap. Apabila ditemukan pihak sekolah yang masih melaksanakan hingga tahun ajaran berakhir dengan alasan guna menuntaskan program tentunya tidak diperbolehkan, sebab posisi putusan MK dalam UU lebih tinggi dari aturan yang ada baik yang dikeluarkan Kementerian maupun pemerintah.
Mengenai program yang tengah berjalan kata politisi PBR, pihak sekolah harus segera menghentikan terutama tentang pungutan-pungutan yang selama ini dilakukan melalui persetujuan komite sekolah, sebab hanya iuran ini yang kemungkinan masih bisa dilakukan sekolah. "Sebaiknya, pungutan tersebut segera dihentikan. Untuk sementara, dana yang terlanjur terkumpul disimpan hingga menunggu adanya surat berupa instruksi Kemendiknas mengenai penggunaan dana tersebut, terang anggota Fraksi Bangun Sultra (F-BS) ini.
Selain itu, iuran wajib tersebut dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pihak komite sekolah mengenai mekanisme penggunaannya, namun nomenklaturnya bukan lagi mengatasnamakan RSBI. Tapi, jika dana untuk RSBI-SBI terus digunakan maka itu melanggar hukum karena dalam putusan MK terkait Pasal 50 ayat (3) UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional jelas menggugurkan semua aturan perundang-undangan lain yang dijadikan dasar berjalannya RSBI-SBI.
Guna mengatasi permasalahan ini tambahnya, dalam waktu dekat komisi IV akan memanggil Dinas Pendidikan (Diknas) Sultra, dewan pendidikan serta pihak terkait yang berkecimpung dalam pendidikan untuk bersama-sama mencari formulasi mengenai RSBI. Agar sekolah-sekolah yang tengah melaksanakan program RSBI jangan salah mengambil sikap, sebab jika salah langkah akan berimplikasi pada kasus hukum.
Sementara itu, Legislator PDI-P Hasid Pedansa mendukung penghapusan RSBI oleh Mahkamah Konstitusi. Mantan kepala DLLAj Kendari ini menilai keberadaan RSBI, justru memunculkan kesenjangan dan perlakuan yang berbeda yang tidak sesuai dengan azas demokrasi yang memberikan perlakuan yang sama pada setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
"Penetapan RSBI menciptakan dikotomi, sehingga menimbulkan penolakan dari masyarakat yang meminta ada pembedaan status dalam pendidikan. Jadi kita apresiasi keputusan MK membubarkan RSBI di Indonesia, namun demikian kita harapkan dalam rangka meningkatkan kualitas dak bisa juga secara umum, harus dilihat juga case by case (Perkasus-red), di daerah tetap harus ada sekolah unggulan,"jelasnya.
Dijelakan, jika RSBI itu benar-benar diterapkan sesuai dengan tuntutan dengan mengutamakan kualitas, maka tentu itu yang diinginkan semua orang. Akan tetapi dalam perjalanannya, malahan menimbulkan adanya diskriminasi antara kalangan yang mampu dan kelompok masyarakat yang tidak mampu. Sebab, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menikmati pendidikan itu, sedangkan bagi masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan ke bawah tidak bisa diakomodir.
Kendati demikian, Ia berharap sekolah-sekolah ini, khususnya di Sultra agar memiliki terobosan baru dalam meningkatkan kualitas menjadi sekolah unggulan di daerah untuk mencetak generasi bangsa yang unggul dari daerah tanpa menggunakan embel-embel RSBI maupun SBI.(amal)