Sunday, January 30, 2011

Sa'ud Khalid, Bocah yang Ibunya TKW Korban Pelecehan Seksual Pria Arab Saudi

Diperkosa Saat Pingsan, Terlantar, Mengojek pun Dilakoni

Aryatin, TKW asal Desa Dunggua, Konawe benar-benar menjalani kehidupannya saat ini. Kenyataan pahit saat mengais real demi real di Arab Saudi tidak menghalangi keoptimisannya memandang kehidupan ini ke depan. Meski sesekali bayang-bayang pahit itu kerap hadir. Aryatin, korban pelecehan seksual di Arab Saudi hingga memiliki anak, Sa'ud Khalid.

Hasruddin Laumara, Unaaha

Sa'ud Khalid, bocah berumur 2,1 tahun itu, benar-benar tenggelam dalam dunia anak. Ia asyik bermain diatas tembok setinggi satu meter di Balai Laroheo, Desa Dunggua, Kecamatan Amonggedo, Konawe Rabu (26/1) lalu, sembari di peluk ibunya, Aryatin (25). "Dia lahir di sini (Konawe,red). Sa'ud itu berarti Saudi sedangkan Khalid itu nama kakeknya," ujar Aryatin kala koran ini menyambangi ibu dan anak itu.



Sa'ud Khalid yang saat itu mengenakan baju dan celana merah tak peduli keletihan ibunya yang seakan tak mampu mengimbangi gerak lincahnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain diatas tembok. Bocah yang berwajah Arab tulen itu masih saja asyik bermain. Hanya bermain dan bermain dilakukannya.

Sesekali tertawa riang terdengar diantara riuh rendah suara pemateri melalui microfon wireless disela-sela diskusi publik tentang lemahnya perlindungan hukum hak buruh migran perempuan di Desa Dunggua, ketika ada sesuatu yang dirasakannya menggelitik. Seakan Sa'ud Khalid hendak benar-benar menikmati dunia anak yang sesungguhnya. Dunia yang hanya diliputi bermain dan bermain. Tak peduli hiruk pikuk duniawi.

Sesekali wajah riang gembira terpancar dari wajahnya yang benar-benar berwajah Arab Saudi. Tajam sorot matanya, khas orang Arab. Kedua alis tebalnya nyaris bersambung. Bulu mata panjang nan lentik. Kulit hitam legam asli Arab Saudi. Namanya saja berbau Arab Saudi, Sa'ud Khalid. Yang membedakan ia bukan orang Arab asli, ia mampu berbicara menggunakan bahasa Indonesia meski sedikit cadel. Wajar saja karena Sa'ud Khalid masih berusia 2 tahun.

Sesekali, jilbab ibunya dijadikan objek mainannya. Ulah Sa'ud Khalid itu jelas merepotkan ibunya. Lagi-lagi ia tak peduli.
Tingkah khas anak-anak Sa'ud Khalid terhenti setelah sebuah jagung Bonanza rebus disusupkan dimulutnya.

Bocah tak berdosa itu adalah anak kandung Aryatin. Tenaga Kerja Wanita Indonesia asal Desa Dunggua, yang juga korban kekerasan TKW di negeri penghasil minyak itu. Aryatin mengalami pelecehan seksual oleh anak ketiga majikannya, Abdullah Khalid. Majikannya bernama Khatami Ali Al Helal. 

Bisa jadi, hingga saat ini bocah yang berulangtahun setiap tanggal 20 Desember itu, tak pernah merasakan sentuhan kasih sayang seorang ayah. Ayah biologisnya berada jauh disana, di Arab Saudi. Bisa jadi ia belum pernah pula melihat ayah kandungnya. Meski begitu, kini Sa'ud Khalid telah memiliki ayah baru. Setelah ibunya menikah dengan pria lokal, tulen Indonesia, tulen orang Konawe, sejak Desember 2010 lalu.

Aryatin menuturkan pengalaman pahit yang dialaminya saat menjadi TKW di Arab Saudi, 2006 lalu. Sebelum ia terbang, bekerja di Arab Saudi, Aryatin lebih dulu mengenyam pekerjaan di Kuwait, selama 23 bulan. "22 bulan lamanya saya tidak menerima gaji," tutur Aryatin.

Ia diberangkatkan sponsor PT Sapta Rejeki, milik Hadijah dari Desa Dunggua. Sayangnya, sponsor yang memberangkatkan dia tidak bertanggungjawab. Oleh karena itu ia mengadukan hal itu kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan sewaktu memberikan testimoni di Denpasar Bali, utusan KPI Sultra. Pertemuan itu diikuti tujuh negara, membahas humman trafficking dan HIV/AIDS. "Saya menuntut (mengadukan,red) kasus perkosaan yang saya alami," ujarnya.

Dari Kuwait pulang ke Indonesia tetapi tidak memiliki biaya karena tidak menerima gaji. Aryatin dapat menginjakkan kaki di Indonesia setelah bekerja di kedutaan Indonesia di Kuwait Selama tiga bulan bekerja ia baru dapat beli tiket. Upah bekerja di kedutaan dikumpulkannya. "Dari sana saya pulang ke Indonesia, saat tiba di Bandara tidak memiliki biaya pulang ke Konawe. Saya lantas menghubungi dan meminta pertolongan dari PJTKI yang memberangkatkan saya, tetapi tidak diberikan sepersen pun. PJTKI hanya meminta nomor HP saya selama di Jawa," kisah Aryatin, sorot matanya menerawang. Seakan kembali merangkai memorinya mengenang masa-masa pahit yang dialaminya.

Ia akhirnya terlantar di bandara selama dua hari, lantaran tak ada yang menjemput dan tidak ada biaya. Kata petugas Depnaker di bandara, Aryatin tidak bisa "menyebrang" (pulang,red) kalau tidak ada tiket. "Biar Rp 50 ribu uang tidak ada. Saya menelpon sama PJTKI tetapi saya disuruh menunggu saja. Sebelum saya menelpon saya sudah dibawa ke Jawa di Sukabumi, keluarga dari petugas Depnaker di airport. Saya tinggal sama Ketua RT, Pak Deden," tambahnya.

Selama masa penantian jemputan PJTKI yang memberangkatkannya, sesuai janji PJTKI itu, Aryatin menumpang tinggal di rumah RT tersebut. Selang setahun lamanya, jemputan itu tak kunjung ada. Kabar pun tak ada.

Pada 2005, untuk menghidupi dirinya itu, Aryatin enggan membenani ketua RT itu. Ia pun rela menjadi kuli disawah jika musim panen padi tiba sembari mengojek selama enam bulan. "Buat makan, kan tidak punya uang. Bahkan saya kecelakaan. Ini sobekan waktu kecelakaan," tukasnya sembari menunjukkan luka sobekan diwajahnya.


Dari hasil itu, Aryatin mampu menabung uang lebih dari Rp 3 juta. Ia pun masih berharap jemputan dari PJTKI yang berjanji akan menjemputnya. Selama masa penantian itu ia nyaris putus asa. Mengingat keluarganya di kampung terutama ibunya, rasa putus asa Aryatin pun luluh. Uang tabungan lebih Rp 3 juta hendak dikirimkan kepada keluarganya di kampung namun untuk biaya hidup saja ia sangat susah sehingga uang itu disimpannya sebagai bekal. "Saya tinggal sama Pak RT tetapi biaya sendiri untuk makan," imbuh wanita berjilbab ini.

Wawancara sempat terhenti beberapa menit setelah salah seorang panitia diskusi publik dari Solidaritas Perempuan Kendari memanggil Aryatin untuk memberikan testimoni. "Saya tidak mau testimoni. Saya sudah beritahu Ibu Husna," tolak Aryatin menggunakan bahasa Tolaki yang kental ketika panitia memanggilnya.

Ditengah kegundahan karena jemputan yang tak kunjung datang dan bosan akan janji-janji PJTKI itu, Aryatin mencoba mengadu nasib di negeri orang. Masih terbersit dalam hatinya mengubah nasib. Arab Saudi dimantapkannya menjadi negara tujuan mengais real demi real.  Ia mendaftar di perusahaan lain. PT Momenson Sejahtera menjadi labuhannya. Tahun 2006 ia terbang ke Arab Saudi atas persetujuan wakil PT Momenson Sejahtera, Fahri.

Majikannya, orang Saudi tulen. Disana ia bekerja selama lebih dari dua tahun di Kota Al Gasim. Majikannya bernama Khatami Ali Al Helal. Pekerjaan sehari-hari sebagai pembantu rumah tangga. Ia bekerja tanpa mengenal waktu. Nyaris tak ada waktu istirahat. Semuanya serba  tidak boleh.
Selama itu pula ia nyaris tidak berkomunikasi dengan keluarganya di kampung halaman. "Itupun saya tidak dibolehkan sama majikan. Nanti saya nyuri waktu saja baru bisa. Gaji tidak diberikan sepenuhnya. Sejak saya kerja selama dua tahun lebih itu, gaji saya diberikan hanya enam bulan saja," tukasnya.

Selain itu, dipotong biaya pengobatan di Rumah Sakit sewaktu Aryatin jatuh sakit. Muntah darah akibat tertindis jendela kaca saat bekerja. "Sudah itu rambut saya ditarik lalu dibakar. Untung saja disamping saya ada air, saya cepat siram," kenang Aryatin. Diperparah lagi pukulan majikan lantaran anak majikannya menjatuhkan guci pot bunga, Husen Thalaq Al Muthairir. "Dalam kondisi sakit pun saya dipaksa bekerja. Saya muntah-muntah darah tidak pernah berhenti. Ditelinga dan hidung pun keluar darah," rincinya.

Disinilah awal petaka pemerkosaan yang menimpanya itu bermula. Dalam kondisi sakit ia jatuh pingsan, lantaran tidak tahan dengan cuaca yang begitu dingin, menggigit tulang. Saat itulah anak ketiga majikannya, Abdullah Khalid memperkosa dirinya. Itu setelah Aryatin keluar dari perawatan di rumah sakit setempat. Aryatin menjelaskan wajah Sa'ud Khalid mirip, identik dengan wajah Abdullah Khalid.

Kali pertama diperkosa ketika Aryatin kejepit kursi sudut lalu tidak bisa keluar (meloloskan diri,red). Ia pun pingsan. Saat siuman ia terkejut mendapati dirinya dalam keadaan tak berbusana. Kedua saat pingsan di kamar mandi. Ia pingsan sejak pukul 15.00 hingga pukul 19.00 waktu setempat. "Saya juga tidak bisa pastikan apakah dia orang atau tidak. Karena lagi pingsan. Seandainya saya tahu siapa orangnya, dari sana saja saya tuntut. Selain itu, saya tahu hamil nanti disini, hamil enam bulan. Apalagi tidak ada perkembangan perut (buncit,red). Saya sudah dikirim ke RS kabupaten sini, saya di komputer, saya lihat sudah goyang (janin,red)," tambahnya.

Ia tahu diperkosa Abdullah Khalid setelah mencari tahu siapa pemerkosa pembantu sebelumnya. Informasi yang diperolehnya, pembantu sebelumnya asal Philipina, minggat setelah diperkosa anak majikannya, Abdullah Khalid. Berbekal informasi dan kemiripan wajah Sa'ud Khalid itu, Aryatin memastikan pelaku pemerkosa adalah Abdullah Khalid. "Karena dari pengalaman, dari beberapa pembantunya cuma saya yang betah. Yang lain tidak tahan karena diperkosa. Sudah ada buktinya, pembantu sebelum saya dari Philipina hamil tiga bulan sampai pembantu itu pulang , anak majikan tidak bertanggungjawab," jelasnya. 

Ia sempat mengadukan hal itu ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Arab Saudi. Namun jawaban yang didapatnya sungguh mengecewakan. Kata staf, KBRI tidak dapat mengambil alih kasus itu. Maksudnya, tidak mau peduli.

Dalam kontrak perjanjian di PT Momenson, gaji yang harus diterimanya setiap bulan sekitar 800 real atau lebih dari Rp 2 juta. "Tetapi yang saya terima hanya 600 real. Itu gaji enam bulan saja. Sekarang saya hanya bisa curhat sama pemerintah. Saya  sudah ke wakil bupati curhat dan disaksikan Tahsan Tosepu (anggota DPRD Konawe,red), sampai sekarang tidak tanggapan. Tidak usah gaji saya dibayar, yang penting bantuan untuk anak saya," pintanya.
Kini, Aryatin hanya mampu berharap uluran tangan Pemerintah Kabupaten Konawe. Aryatin juga berharap tidak ada lagi Aryatin, Aryatin berikutnya yang dialami TKW di luar negeri. ***