Monday, June 3, 2013

Republika - Pameran Kompetisi Seni Lukis Jabar

Jumat, 31 Maret 2006.



Pameran Kompetisi Seni Lukis Jabar





Potensi Jawa Barat dalam seni lukis dan seni rupa tidak kalah dengan Bali ataupun Yogyakarta.













Matanya tertuju pada satu titik lukisan di depannya. Ia tertegun, dan sepertinya sangat menikmati setiap goresan kanvas dalam lukisan tersebut. Setelah lelaki bernama lengkap Heri Dim ini menyelami lukisan berukuran 100x200 cm dengan judul Maharaja Ngepet, juri kompetisi seni lukis se-Jabar ini, beranjak melihat lukisan yang ada di pinggirnya dan melakukan hal yang sama. Ia kembali beranjak dari satu lukisan ke lukisan lain hingga tak terasa 50 lukisan yang terpajang di Gedung Indonesia Menggugat ex

Landraad ini telah ia nikmati.

Hal serupa terjadi pula pada ratusan pasang mata yang menikmati hasil karya seniman Jabar dalam acara pameran karya terbaik kompetisi seni lukis Jabar 2006. Seakan tak lelah berucap, ratusan pengunjung terus memuji maha karya dari seniman-seniman yang belum banyak dikenal orang tersebut.

Pujian terucap ketika melihat guratan yang tampak sulit, perpaduan warna yang menakjubkan, tema yang kekinian, dan yang jelas sebuah penampilan yang berbeda akan terlihat dalam pameran yang akan berlangsung 24 Maret-9 April 2006. ''Hebat, potensi Jawa Barat dalam seni lukis dan seni rupa memang besar. Tidak kalah dengan Bali ataupun Yogyakarta,'' ucap Heri Dim.

Sebenarnya ia tidak kaget melihat puluhan karya menakjubkan ini. Karena sejak dulu, Bandung dan Jabar memang mempunyai potensi yang besar. Hanya sayangnya, seniman Jabar tidak mempunyai sarana untuk memperlihatkannya.

Sejak memasuki ruang pameran Gedung Indonesia Menggugat, pangunjung akan disuguhkan oleh lima karya terbaik dari 404 karya yang masuk ke panitia kompetisi. Pertama, karya berjudul Maharaja Ngepet

oleh Radi Arwinda dengan menggunakan media cat minyak diatas kenvas. Kedua,

Me....Feat Indonesian Play Boy

, karya Irman A Rahman. Karya berukuran 100x200 cm ini menggunakan media

mix

media. Ketiga,

Menunggu Mati

dengan menggunakan media

charcoal

di atas kanvas karya Dede Wahyudin. Keempat,

Untitled

karya Iman Sapari. Yang terakhir Dream Land karya Yuyun Mulyadi.

Di ruang selanjutnya disuguhkan 45 karya yang berhasil masuk dalam penyaringan tahap kedua. Puluhan seni rupa itu memiliki kekuatan tersendiri yang dipadukan dengan pendalaman tema yang kritis. Seperti dalam lukisan karya Agus Jaya Permana dengan judul Bandung Nu Aing

. Dengan perpaduan banyak warna, Agus memperlihatkan realita Bandung dalam sebuah lukisan. Agus menggambarkan bagaimana Bandung terlilit persoalan lingkungan, kapitalisme, sosial, yang dilengkapi dengan kehidupan glamor Paris Van Java.

Selain itu, berbagai jenis gaya lukisan dipamerkan. Mulai gaya naturalis hingga imperealis diperlihatkan dengan nuansa yang berbeda. Pergeseran tema dengan menggunakan gaya tertentu terlihat dalam lukisan-lukisan yang dipajangkan. Jika dulu gaya naturalis hanya dimaknai pemandangan, kini gaya naturalis ini lebih kritis dengan kehidupan yang lebih nyata, namun lebih indah dan bermakna ketika dituangkan dalam sebuah lukisan.

''Penjuriannya sangat sulit,'' ujar Heri Dim, yang ditemui saat pembukaan pameran, Jumat (24/3). Ada tiga penilaian dalam kompetisi tersebut. Pertama yang merupakan penilaian tahap awal yakni teknik. Seni lukis atau seni rupa, kata dia, saat ini menggunakan teknik yang beragam. Untuk membuat karya seni rupa atau lukis tidak harus selalu menggunakan cat minyak.

Kedua, ide apa yang dibicarakan dalam lukisan. Semakin kekinian, maka nilai seni rupa itu semakin tinggi. Karena seniman merupakan anak zaman sehingga diharapkan menjadi sosok yang bisa menyuarakan zamannya. Yang paling sulit adalah penilaian terakhir yakni puncak kesungguhan. Di sini yang dipergunakan adalah feeling

, sehingga menilai hal yang abstrak, spekulatif, dan lainnya.

Radi Arwinda (22 tahun) yang karyanya dinobatkan masuk lima terbaik mengatakan lukisannya memiliki arti yang begitu luas. Maharaja Ngepet

, memperlihatkan kehidupan sekarang yang serba instan, sehingga banyak melakukan jalan pintas. Hal itu disimbolkan dengan babi ngepet mencari uang dengan cara singkat. Ia mengaku mengerjakan lukisan ini selama 2,5 bulan. ''Saya tidak pernah menyangka masuk lima terbaik, karena pesertanya banyak,'' katanya.

Seperti halnya dalam dunia sepakbola ada istilah 'bola itu bundar'. Maka dalam kompetisi ini berbagai kejutan terjadi yakni munculnya hl tak terduga. Menurut pengarah acara, Aming, tujuan dari kompetisi ini, sebagai arena pertemuan kreativitas para pelukis Jabar melalui sebuah perayaan yang bersifat kompetitif secara terbuka. Kompetisi ini, kata dia, akan dilaksanakan secara rutin setiap tahun pada bulan yang sama.

Seni rupa Jabar, kata Aming, kini menatap masa depan. Dengan demikian, perkembangan seni rupa terkait erat dalam berbagai perubahan sosial-kultural masyarakat. Dalam kaitan ini, ekspresi seni menyokong saluran komunikasi dan dialog yang bersifat khas diantara masyarakat. Hal ini sekaligus secara lambat laun turut membentuk mentalitas setiap anggota masyarakatnya menjadi giat, sigap, kompetitif, sekaligus juga peka dan mawas diri. Kini, saatnya seni rupa Jabar menetapkan langkah pengembangan dan kelangsungannya di masa depan secara terencana, mandiri dan berkelanjutan, sekaligus memiliki wawasan sejarah (tradisi) dan kreativitas. Pengembangan dan kelangsungan seni di Jabar di masa depan seyogyanya menimbang peran dan keterlibatan masyarakat dalam rangka pengembangan infrastruktur kesenian yang mandiri.











(ren )