Monday, June 3, 2013

Republika - Al-Qasamah

Jumat, 10 Maret 2006.



Al-Qasamah

























Kata al-Qasamah dalam bahasa Arab dipakai untuk pengertian baik dan indah. Al-Qasamah adalah kata benda yang secara etimologi yang diambil dari kata dasar al qasam. Istilah ini digunakan untuk sumpah atau janji. Wujud abstaknya adalah diketemukannya satu orang yang terbunuh tanpa diketahui siapa pembunuhnya. Dengan demikian maka dilakukan penyumpahan terhadap satu kelompok yang menurut dugaan pembunuhnya ada di kalangan kelompok tersebut. Akan tetapi dengan persyaratan adanya tanda yang jelas pada diri mereka: seperti adanya si terbunuh di lingkungan musuhnya yang pada waktu itu, tidak ada golongan orang lain kecuali mereka sendiri; atau sekelompok orang berkumpul dalam suatu rumah atau di padang sahara, kemudian mereka bubar meninggalkan seseorang yang terbunuh; atau si terbunuh diketemukan dalam salah satu lingkungan yang mana di lingkungan tersebut terdapat seseorang yang tangannya berlumuran darah sewaktu peristiwa terjadi. Cara pelaksanaan dari qasamah atau sum!

pah itu adalah para wali si terbunuh hendaknya memilih lima puluh orang laki-laki dari penduduk kota tersebut. Lalu mereka disumpah dengan nama Allah, bahwa mereka tidak membunuhnya, dan mereka tidak mengetahui siapa pembunuhnya. Bilamana mereka mau mengatakan sumpah, maka gugurlah diat dari mereka. Akan tetapi, bila mana mereka membangkang, maka diat diwajibkan atas seluruh penduduk kota tersebut. Akan tetapi bila kasus ini kedudukannya masih meragukan, maka diat-nya ditanggung oleh baitulmal. Sistim penyumpahan ini berlaku sejak zaman jahiliyah, kemudian setelah Islam datang, peraturan ini tetap berlangsung dan diakui. Hikmah yang terkandung dalam pengakuan Islam terhadap sistem penyumpahan ini adalah karena sistim ini merupakan salah satu dari bentuk perlindungan terhadap jiwa supaya jangan disia-siakan begitu saja. Para ulama berbeda pendapat tentang penetapan hukum qasamah. Para ahli fikih kebanyakan mengatakan bahwa penetapan hukum dengan qasamah bisa diterima. Namu!

n sekelompok lain menyatakan tidak diperkenankan penetapan huk!

um hanya

dengan memakai qasamah. Ibnu Rusyd dalam kitabnya, Bidayatu'I-Mujtahid, mengatakan, ''Adapun mengenai penetapan hukum dengan melalui qasamah secara globalnya, maka dalam hal ini para jumhur ulama Mesir seperti Imam Malik, Imam Syafe'i, Imam Abu Hanafiah, Ahmad, Abu Sufyan, Abu Daud, dan lain-lain yang terdiri dari para ahli fikih Mesir, adalah orang-orang yang mengukuhkannya. Dan sebagian dari para ulama ahli fikih mengatakan memutuskan hukuman dengan cara qasamah tidak boleh, mereka yang mengatakan demikian adalah Salim bin 'Abdullah, Abu Qilabah, 'Umar ibnu 'Abdul 'Aziz, dan Ibnu 'Aliyyah. Adapun para ulama yang mengatakan boleh, terutama sekali Imam Malik, menyatakan sunah dalam hal qasamah adalah sunah yang tersendiri dan berfungsi meralat pokok kaidah syariat, sama dengan sunah-sunah lainnya yang berfungsi men-takhshish-kan (meralat). Alasannya, peristiwa pembunuhan itu sering terjadi dan kesaksian atas hal tersebut sedikit sekali, karena mengingat orang yang membunu!

h biasanya melakukan prakteknya di tempat-tempat yang sepi dari keramaian.

()