Saturday, June 8, 2013

KoranTempo - Vonis Hakim Sebelah Mata?

Selasa, 26 Maret 2002.

Vonis Hakim Sebelah Mata? Tiga tahun penjara. Vonis itu bagi Syahril Sabirin, sangatlah mengejutkan. Sebab, ia tak meramal bakal divonis penjara, tiga tahun dengan denda Rp 15 juta.



Syahril adalah satu-satunya terdakwa yang dijatuhi hukuman dalam skandal Bank Bali, untuk kasus pengalihan tagihan PT Bank Bali kepada PT Era Giat Prima. Tiga terdakwa lainnya, yaitu Bos grup Mulia Joko S Tjandra dan Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Pande Lubis dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis Kasasi MA bahkan menguatkan putusan untuk Joko. (lihat tabel).



Syahril memang dinyatakan tidak terlibat pertemuan di Hotel Mulia, 11 Februari 1999 yang disebut sebagai awal skandal Bank Bali. Pertemuan yang dihadiri Syahril, Baramuli, Setya Novanto, dan Tanri Abeng ini disebut-sebut menjadi awal mulusnya tagihan Era Giat Prima.



Pertemuan itu memang tak masuk dalam amar putusannya. Namun Hakim menyatakan Syahril bersalah memerintahkan pembayaran klaim oleh Bank Bali terhadap Bank BDNI sebesar Rp 904 miliar lebih. Pembayaran klaim dilakukan melalui nomor rekening 502000002 atas nama Bendaharawan Negara, Pande M Lubis, untuk proses penjaminan telah dilakukan tanpa memperhatikan prinsip kehati-hatian.



Menurut majelis hakim, perintah pembayaran tersebut didasarkan pada surat BPPN no PB 380/BPPN/06/1999 yang hanya ditandatangani wakil BPPN Farid Prawiranegara. Padahal Farid belum diberi wewenang untuk hal itu karena ketua BPPN Glenn Yusuf sedang cuti.



Selain itu, rekening nomor 502000002 tersebut hingga pukul 19.00 WIB tanggal 1 Juni 1999 belum dibuka, sementara surat BPPN nomor PB 380/BPPN/06/1999 tiba di tangan Syahril pada pukul 18.00. Dengan demikian, menurut pertimbangan Majelis, berarti rekening tersebut belum dibuka dan belum ada nama orang yang yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.



Pertanyaannya, adilkah putusan itu mengingat sang aktor utama justru divonis bebas? (lihat tabel) Tengok saja, para pemain kunci dalam kasus ini seperti Pande Lubis, Rudy Ramli, Setya Novanto, dan Djoko Tjandra, telah dinyatakan tak bersalah dan divonis bebas oleh pengadilan. Wajar, ketidakpuasan dan tudingan politis di balik vonis itu muncul kemudian.



Judicial Watch misalnya melihat ada sejumlah kejanggalan dalam vonis dan sikap hakim dalam mengambil putusan. Setidaknya dari tekanan pihak yang menginginkan Syahril melepas jabatannya. Selain itu, majelis hakim dianggap tidak melihat fakta-fakta politik yang selama ini menyelimuti kasus itu.



Karenanya, ia mengusulkan agar para terdakwa itu dipanggil lagi ke meja hijau. Termasuk segera melimpahkan perkara atas nama tersangka Tanri Abeng ke pengadilan demi terciptanya prinsip persamaan di muka hukum



Namun Antonius Sujata, Ketua Ombudsman Nasional menilai, vonis itu itu sudah tepat. Karenanya ia membantah jika kasus ini menjadi kontroversial jika dilihat dari vonis yang dijatuhkan. Bagaimanapun, dakwaan bagi ketiga lakon itu berbeda-beda. Masuk akal pula jika vonis yang dijatuhkan juga berbeda. "Unsur tindak pidana atau fakta-fakta hukum dalam dakwaankan ada yang dinyatakan terbukti dan tidak terbukti," Ujarnya.



Masalahnya, keadilan itu bagi siapa? Jika bagi Syahril iya. Sebab, pelakon utama tidak diganjar hukuman. Namun Syahrilpun, menurut Antasari Azhar, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta termasuk lalai karena tidak melakukan verifikasi seperti yang disyaratkan oleh Surat Kesepakatan Bersama (SKB) II antara yang dibuat BI dan Menteri Keuangan. "Sebagai Gubernur BI, dia dipersalahkan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian yang merupakan prinsip perbankan," jelasnya.



Susahnya, Syahril tak bisa protes karena Joko dan Pande, kasusnya perdata. Jelas, ia bisa terbebas dari tuntutan hukum tindak korupsi yang notabene merupakan tindak pidana.



Pengacara Syahril, Muhammad Assegaf mengaku tak bisa menerima alur pemikiran itu. " Ini baru awal dari pertarungan," katanya.



Kini, vonis telah dijatuhkan. Tinggal bagaimana Syahril berupaya menempuh jalur banding untuk membuktikan, apakah ia bersalah atau tidak. Atau semakin menunjukkan ia menjadi korban dari drama Bank Bali yang belum juga surut?



Menarik juga menyimak ucapan Subardi, Ketua Majelis Hakimnya. " Biarlah masyarakat yang menilai atas putusan itu. Majelis berpendapat, pertimbangan yang dibuat itu sudah cukup adil," kata dia.lwda