Monday, June 3, 2013

KoranTempo - "Masyarakat Salah Paham Soal Kredit Tanpa Agunan"

Sabtu, 18 September 2004.

"Masyarakat Salah Paham Soal Kredit Tanpa Agunan"JAKARTA -- Pejabat PT Bank Mandiri Tbk. menyatakan bahwa banyak terdapat kesalahpahaman di masyarakat tentang kredit usaha mikro layak tanpa agunan.



Menurut Senior Vice President Bank Mandiri untuk Pengembangan Usaha Kecil Sri Haryanto, ada dua kesalahpahaman yang terjadi di masyarakat terkait dengan pinjaman ini. Pertama, kredit ini diberikan untuk pembiayaan usaha mikro yang layak sehingga tidak semua usaha mikro bisa mendapatkannya, apalagi jika digunakan tujuan konsumtif.



�Banyak yang marah karena kita tolak kasih kredit. Padahal mana bisa datang ujug-ujug minta duit tanpa ada usaha,� katanya. Menurut dia, yang hendak mengajukan kredit itu harus menyertakan riwayat usaha mikro yang ada. Kalau dinilai layak, akan memperoleh kredit senilai Rp 5 juta dengan bunga 13,5 persen setahun. �Jadi sebulan mereka cuma membayar bunga sebesar 0,7 persen,� ujarnya.



Bank Mandiri, kata Sri, sudah mengucurkan kredit ini sebanyak Rp 90 miliar dari Rp 750 miliar yang menjadi tugas Mandiri. Para penerima kredit adalah usaha mikro, seperti tukang bakso, tukang bajaj, tukang ojek, dan sejenisnya. �Semenjak dikucurkan 4 bulan lalu (mulai Juni 2004) belum ada kredit yang macet alias 100 persen lancar,� katanya



Bank lainnya yang juga mendapat tugas penyaluran kredit adalah BNI sebanyak Rp 300 miliar, BRI sebesar Rp 300 miliar, BTN sebanyak Rp 100 miliar, Perum Pegadaian sebesar Rp 100 miliar, dan PT Permodalan Nasional Madani sebesar Rp 250 miliar.



Untuk wilayah pengucuran kredit, Bank Mandiri mendapat wilayah Aceh, Sumatera bagian Utara, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, NTT, dan NTB. BRI mendapat wilayah Jawa Barat dan Sumatera bagian Selatan, BTN untuk Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Sisanya adalah BNI, Pegadaian, dan PNM mendapat wilayah yang sama dengan Bank Mandiri.



Kesalahpahaman kedua, dana yang dikucurkan adalah milik bank dan bukan dana dari pemerintah. Yang dilakukan pemerintah adalah menyediakan pencadangan atau provisi sebagai bentuk penjaminan terhadap kredit yang dikucurkan. Jumlahnya juga hanya 10 persen dari kredit yang dikucurkan.



Apabila kredit yang macet, kata Sri, melebihi 10 persen dari total kredit yang dikucurkan, bank sendiri yang harus menanggungnya dengan membuat pencadangan sebesar 100 persen. �Makanya kami tetap menjalankan prinsip prundential dalam menyalurkannya,� ujarnya.



Yang tidak kalah penting, dia mengingatkan, walaupun ini program pemerintah, tetapi menggunakan dana milik nasabah di bank. Karena itulah bank menerapkan prinsip kehati-hatian yang sama seperti penyaluran kredit lain. �Ini duit masyarakat dan bukan punya nenek moyangnya siapa-siapa,� ujarnya.



Untuk Jawa Barat dan Banten, kemarin Presiden Megawati menyaksikan pemberian kredit kepada UKM dari BRI yang totalnya senilai Rp 300 miliar. Menurut Pemimpin Wilayah BRI Jawa Barat Sudaryanto Sudargo, kredit tanpa agunan ini sudah diberikan sejak 25 Agustus melalui 25 cabang BRI di Kabupaten/Kota se-Jawa Barat. Hingga Kamis (17/9) sudah dikucurkan kredit Rp 39 miliar untuk 8.500 UKM di Jawa Barat. �Yang tersisa banyak sekali, sebagai gambaran rata-rata masih seribuan orang masih mengantri untuk tiap-tiap cabang,� katanya.



Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia Mulyaman D. Hadad juga menyatakan hal yang sama. Menurut dia, penyaluran kredit tersebut tetap harus memperhatikan prinsip kehati-hatian yang berlaku. �Ini merupakan hal yang seharusnya,� katanya. amal ihsan