Wednesday, June 12, 2013

KoranTempo - GAM Pertontonkan Wartawan RCTI

Selasa, 8 Juli 2003.

GAM Pertontonkan Wartawan RCTILHOKSEUMAWE -- Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mempertontonkan dua wartawan RCTI dan dua istri perwira TNI AU yang mereka tahan kepada pers. Menurut Panglima GAM Wilayah Peureulak Ishak Daud, pertemuan itu dilakukan di pinggiran kota di Aceh Timur.



Rekaman pertemuan itu kemarin ditayangkan RCTI dalam siaran berita siang dan petang hari. Beberapa wartawan, termasuk Wakil Pemimpin Redaksi RCTI Imam Wahyudi, tampak dibawa ke tempat pertemuan oleh anggota GAM dengan mata tertutup. Para wartawan kemudian melakukan wawancara dengan Ishak Daud dan para tahanan. Di belakang mereka, sejumlah orang bersenjata tampak mengawasi.



Reporter RCTI Erza Siregar, juru kamera Ferry Santoro, dan sopir bernama Rahmatsyah dilaporkan hilang dalam perjalanan dari Kuala Langsa, Kabupaten Aceh Timur menuju Lhokseumawe, Aceh Utara, pada 29 Juni. Belakangan diketahui, dua orang istri perwira TNI AU, Safrida dan Soraya, turut serta dalam kendaraan mereka.



Dalam tayangan gambar, Erza tampak menelepon dengan saluran telepon satelit. Ferry Santoro dan salah seorang istri perwira TNI AU juga melakukan hal yang sama. Panglima GAM Wilayah Peureulak Ishak Daud menyatakan, pertemuan itu dilakukan di pinggiran kampung di wilayah Aceh Timur. "Malahan dekat-dekat pos TNI," katanya. Setelah pertemuan, menurut dia, Erza dan teman-teman dibawa kembali ke markas GAM.



Manajer Peliputan RCTI Deni Reksa menyatakan, kru lain televisinya bersama sejumlah wartawan lain menyusuri lokasi ditemukannya mobil Erza. Mereka kemudian dihubungi Ishak Daud, dan dipandu dengan telepon ke suatu tempat. Setelah itu, mereka dijemput anak buah Ishak dan dibawa ke sejumlah lokasi dengan mata tertutup. "Proses pertemuan itu memakan waktu 12 jam," kata Deni sambil menambahkan, krunya tidak bisa memastikan lokasi pertemuan.



Ishak sendiri menyatakan, Erza selama ini belum diperiksa "polisi militer GAM". Ia menyatakan, pasukannya harus selalu berpindah-pindah untuk menghindari operasi. Para tahanan itu kadang-kadang diangkut dengan sepeda motor atau mobil, tapi seringkali juga harus berjalan kaki.



Ia menyatakan, GAM belum memutuskan waktu pembebasan Erza dan tahanan lainnya. Bersama mereka, menurut dia, juga ada sejumlah tahanan, termasuk Camat Peuralak Timur Furqan yang ditangkap sejak 1 Juni. "Hari ini, kami menangkap lagi 10 kepala desa," katanya.



Ishak juga meminta TNI tidak mengancam GAM untuk segera membebaskan Erza dan kawan-kawan. Menurut dia, GAM selama ini terbukti tidak takut dengan ancaman TNI. Ia mengatakan, jika TNI melakukan ancamannya yang memberi waktu hingga sore ini kepada GAM untuk membebaskan tahanannya, keselamatan Erza tidak bisa dijamin.



Sementara itu, pimpinan GAM di Swedia menyatakan, telah menginstruksikan agar GAM di Aceh segera membebaskan wartawan RCTI itu. "Kami sudah menyatakan di sana (Aceh), setelah diperiksa pers segera dilepaskan," kata Menteri Luar Negeri GAM Zaini Abdullah yang dihubungi dari Jakarta.



Zaini menjelaskan, pemeriksaan yang dilakukan GAM di lapangan terhadap wartawan bukan kebijakan dari Swedia. Langkah itu, menurut dia, dilakukan karena anggotanya melihat "ketidakadilan" oleh pers dalam melakukan tugasnya. Dengan kejadian ini, dia mengharapkan, pers dapat bekerja secara adil dan tidak berpihak.



Di Jakarta, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono meminta GAM menjamin keselamatan wartawan RCTI itu. "Jika mereka (GAM) tidak kooperatif, tugas kita untuk menyelamatkan dengan cara-cara yang keras," katanya.



Yudhoyono mengatakan, tidak tahu alasan dua wartawan itu berada di tengah-tengah GAM. Namun, menurut dia, langkah terpenting adalah menyelamatkan mereka. Setelah itu, baru akan dilakukan proses penyelidikan.



Pada perkembangan lain, proses pengangkatan camat di Aceh dari perwira TNI dimulai. Kemarin, 25 perwira dari tiga angkatan mulai ditatar, sebelum kemudian mulai memimpin daerah-daerah yang roda pemerintahannya tidak berputar.



Gubernur Aceh Abdullah Puteh yang membuka penataran mengatakan, pergantian camat dengan anggota TNI bukan bermaksud melakukan militerisme. Ia pun mengatakan, kewenangan camat dari TNI sama dengan camat sipil. "Senjata mereka hanya untuk mempertahankan diri," katanya.



Menurut Puteh, gangguan oleh GAM telah membuat penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak berfungsi. Berdasarkan konsultasi dan klarifikasi akhir antara Tim Teknis Pemantapan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri dan Tim Teknis Pemantapan Pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan instansi terkait, diketahui 13 kecamatan tidak berfungsi dan 69 lainnya kurang berfungsi. Sisanya, dari total 223 kecamatan, dianggap masih normal. Menurut Puteh, pergantian camat dilakukan setelah meninjau berbagai aspek.



Sejumlah perwira yang ikut penataran mengaku tidak keberatan dengan tugas barunya. Meski mengaku waswas, Letnan Satu Paskhas Khairul Arifin, berjanji akan bertugas sebaik mungkin. "Kekhawatirannya bukan karena saya akan ditempatkan di daerah hitam. Namun, saya harus banyak belajar karena biasanya memegang senjata," katanya.



Khairul, kelahiran Aceh Tengah, terakhir menjabat sebagai Komandan Tim Skuadron Paskhas 464 Malang. Ia menerima perintah jadi camat dari Mabes TNI pada 29 Juni 2003. Sebelumnya, ia masih aktif sebagai anggota Pasukan Pemukul Reaksi Cepat. Malah dia sempat terjun payung di Takengon, pada hari pertama darurat militer.



Kapten Heru Hermawan, peserta lainnya, mengaku mendapat kehormatan menjadi camat. "Cita-cita saya membuat daerah aman, pemerintahan lancar, dan mengembalikan kepercayaan masyarakat pada pemerintahan," katanya. budi/yuswardi/nunuy/wuragil