Saturday, June 8, 2013

Kompas.Com - Mozaik.warna.menjadi.roh.lukisan.potret.karya.wedha.

Selasa, 28 Oktober 2008.



JAKARTA, SELASA -- Keunikan lukisan potret karya Wedha mendapat perhatian luas pengunjung pameran yang memadati ruang pameran Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Selasa (28/10) malam. Umumnya pengunjung berdecak kagum, setelah mematut-matut suatu lukisan. Tak terkecuali CEO Kompas Gramedia Agung Ad iprasetyo, yang seusai membuka pameran menuliskan kesannya di kanvas; Kekaguman luar biasa buat mas Wedha! Bravo.

Ini lukisan-lukisan yang sekitar 10 tahun saya petieskan. Dan baru sekarang, untuk pertama kalinya, saya pamerkan. Saya ingin melihat bagaimana reaksi pengunjung, ujar Wedha, yang ditemui disela-sela sesi pemotretan dengan sejumlah pengunjung.

Kritikus dan penulis buku-buku seni rupa Agus Dermawan T, dalam kredonya menulis , lukisan-lukisan Wedha yang terhadir dalam pameran ini (secara tak sadar) adalah pembentukan dari kekeliruan pemikiran tokoh besar seni rupa modern Piet Mondriaan (1872-1944). Bagi Wedha esensi warna bukan pada citra pancarannya (merah kuning, biru), tetapi pada sifatnya: warna depan dan warna belakang, serta warna terang dan warna gelap.

Bagi Wedha, partikel-partikel geometris tidak harus tampil kaku (sehingga sangat matematis bagai lukisan Monriaan), tetapi memiliki keluwesan dalam merespon bidang. Dan bagi Wedha, partikel geomteris tidak mengandung unsur kurva (garis lengkung, seperti yang kadang hadir dalam karya Monriaan), lantaran sebuah kurva dianggap terjadi dari rangkaian-rangkaian garis-garis pendek yang berbentuk lurus, demikian penilaian Agus Dermawan T.

Mencermati lukisan-lukisan potret karya ilustrator yang sudah malang melintang selama puluhan tahun di media cetak, 30 tahun di antaranya di majalah Hai, tokoh-tokoh yang dilukis dalam mozaik warna-warni itu terlihat bagai punya roh , seolah-olah bisa berbicara kepada penikmatnya. Artinya, seandainya lukisan itu tidak diberi judul, penikmat lukisan bisa menebak.

Pada sejumlah lukisan, dan ini barangkali termasuk keunikan, Wedha menuliskan kata hatinya. Seperti pada lukisan Jakob Oetama , yang malam itu diserahkan Wedha untuk koleksi Kompas Gramedia, Wedha menulis: ...dengan fitrahnya yang putih, dia mampu dan mau memahami dan menerima berbagai warna di sekitarnya.... Atau pada lukisan Aku Bangga Punya Dia (Potret Soekarno), Wedha menulis; Dulu mungkin kita gak punya apa-apa, tapi kita punya muka...dan aku bangga punya dia . Pada lukisan John F Kennedy berjudul Dallas 1963, tertera kalimat; ...gak tahu kenapa sejak kecil aku suka dia . Pada lukisan Agnes, Wedha menulis; Totalitas yang kukagumi.

Pada lukisan juga ada inskripsi dalam huruf-huruf formal. Seperti Dallas 1963 pada lukisan John F Kennedy. The Journey dalam lukisan ihwal Rendra. Atau tulisan I see Davis in their eyes pada lukisan besar yang menjajarkan wajah Fidel Castro, Soekarno, Achmadinejad, Sadham Hussein. Menurut Wedha, tulisan itu sangat berkolaborasi dengan karakter bentuk gambar.

Pameran bertajuk Wedhas Pop Art Portrait ini berlangsung hingga tanggal 4 November mendatang.(NAL)







Sumber : KOMPAS