Selasa, 29 April 2003.
Kajari Cianjur DipraperadilankanCianjur, 29 April 2003 15:32Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Cianjur, Memed Sumenda, SH, yang baru tiga bulan dilantik, menuai gugatan praperadilan, gara-gara mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SP3) bagi tersangka penyelewengan senilai Rp 1,2 miliar, Rahmat (37), mantan Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Cipanas Artha.
Gugatan praperadilan yang diajukan Dirut BPR Cipanas Artha Biswanto itu disidangkan di Pengadilan Negeri Cianjur, Senin.
"Kami merasa sangat dirugikan dengan keluarnya SP3 tersebut, sebab Rahmat statusnya sudah tersangka, dan bukti-bukti penyelewengan sangat kuat," kata Biswanto kepada Gatra, Selasa, di Cianjur.
Menurutnya, Rahmat menjabat dirut bank itu sejak 11 November tahun 1992. Selama masa jabatannya, Rahmat diduga melakukan penyimpangan dana sebesar Rp 1,2 miliar, antara lain, melakukan penggelapan aset senilai Rp 770 miliar dan Rp 122 juta milik BPR Cipanas Artha. Penyimpangan itu baru diketahui ketika Biswanto menggantikan posisi Rahmat sebagai dirut.
Berdasarkan temuan itulah, Biswanto melaporkan tindakan Rahmat kepada polisi. Polres Cianjur lalu menjadikan Rahmat sebagai tersangka. Kemudian, pada 20 Mei 2001, perkaranya dilimpahkan ke Kejari Cianjur.
"Selama 20 bulan, kasus tersebut mengendap di sana," kata Merah Darwin, SH, kuasa hukum Biswanto, saat mempraperadilankan Kajari Cianjur di PN Cianjur.
Namun tiba-tiba kejaksaan mengeluarkan SP3. Ia menilai, dasar keluarnya SP3 mengada-ada. Sebab, dengan diterimanya berkas dari kepolisian, berarti bukti-bukti penyelewengan sudah sangat kuat.
Darwin menunjuk dikabulkannya permohonan penyitaan aset-aset BPR Cipanas Artha yang dikuasai tersangka oleh pengadilan. "Karena itu, kami mengajukan gugatan praperadilan," demikian alasan Darwin.
Pihak Kejari Cianjur dalam dupliknya mengatakan, tindakan yang dilakukan Rahmat merupakan kewenangan yang dimilikinya. Sehingga tindakan yang disangkakan tidak bisa disebut sebagai tindakan pidana. Karena itu, kejaksaan memiliki kewenangan untuk tidak melanjutkan sebuah perkara.
Menurut Darwin, kejaksaan telah mengambil kewenangan pengadilan dalam memutus perkara. Seharusnya, kejaksaan menambah bukti untuk memperkuat dakwaan, bukan sebaliknya, meniadakan bukti yang sudah susah payah digali polisi. "Patut dicatat, tersangka sebelumnya pernah ditahan," katanya.
"Kami berharap, hakim memberikan keputusan yang seadil-adilnya tanpa mau diintervensi," harap Biswanto. [Tma]