Dari semua serangan terhadap media dan praktisinya, tidak ada yang lebih keji dari pembunuhan jurnalis, dan pelakunya bisa pergi dengan bebas. Demikian pernyataan Southeast Asian Press Alliance (SEAPA) di Bangkok sebagaimana dikutip dari Kanal Informasi, dalam rangka hari Kebebasan Pers Sedunia, 3 Mei 2011. Menurut SEAPA setidaknya tujuh pekerja media tewas di beberapa negara Asia Tenggara pada 2010 karena mereka melaksanakan tugasnya sebagai pekerja media.
Di Filipina saja, empat orang tewas sepanjang 2010. Sebagian besar korban adalah pekerja radio siaran di provinsi-provinsi yang dibungkam setelah mereka menyiarkan kasus-kasus suap dan korupsi di kantor-kantor pemerintah daerah. Memang, Filipina memiliki catatan paling banyak mengenai pembunuhan wartawan dalam menjalankan tugas. “Kami mengacu pada Pembantaian Ampatuan, di mana 32 pekerja media ditembak mati berkaitan dengan peristiwa politik. Pembunuhan terus terjadi. Tahun ini, dua orang wartawan terbunuh di Filipina,” kata Gayathry Venkiteswaran, Direktur Eksekutif SEAPA.
Di tempat lain di Asia Tenggara, wartawan juga menjadi sasaran. Salah satu wartawan tewas dalam tugas di Indonesia pada 2010. Di Thailand, dua pekerja media asing ditembak mati ketika mereka meliput unjuk rasa tahun lalu.
“Tapi di luar pembunuhan, perhatian yang lebih besar adalah bagaimana pemerintah merespon kejahatan ini. Di Filipina, kasus pembantaian Ampatuan beberapa saksi kunci dibunuh. Di Thailand, para tersangka di balik kematian juru kamera Reuters Muramoto dan wartawan foto freelance Polenghi tetap misterius. Di Indonesia, pengadilan membebaskan para terdakwa pembunuhan reporter Ridwan Salamun. Ridwan bahkan dituduh terlibat dalam kerusuhan,” lanjut Gayatrhy.
Menurut Gayatrhy, dapat disimpulkan, kebanyakan para tersangka mampu lolos dari hukuman. Entah karena pemerintah yang bersangkutan dan lembaga-lembaganya tidak kompeten atau sengaja menutup mata terhadap kejahatan atau rentan terhadap kekuasaan dan pengaruh pelaku dan pelindung mereka di tempat-tempat tinggi.
“Impunitas merupakan pelanggaran yang sangat serius terhadap kebebasan pers di Asia Tenggara. SEAPA pada Hari Kebebasan Pers Sedunia tahun ini, marah atas pembunuhan rekan kami di media dan lambatnya keadilan di berbagai negara di wilayah ini. Oleh karena itu kami mendesak pemerintah negara-negara di Asia Tenggara untuk memastikan bahwa wartawan diberikan ruang demokratis untuk mempraktekkan profesi mereka dan melindungi keamanan pribadi mereka. Kami mendesak para kepala negara untuk mempercepat penyidikan dan penuntutan kasus-kasus yang melibatkan pembunuhan para wartawan,” lanjut Gayathry.
Membunuh penyampai pesan, istilah untuk wartawan, tidak memecahkan masalah mereka yang berkuasa. Tindakan-tindakan biadab hanya akan menempatkan masyarakat demokratis dalam bahaya.