Sunday, January 30, 2011

Harus Ada Perda Yang Mengatur Pengiriman TKI

Unaaha, Armin Rumpa (Jurnalis Media Sultra)
Banyaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Konawe yang dikirim bekerja diluar negeri,harusnya ada Peraturan daerah (Perda) yang mengatur mengenai pengiriman tenaga Kerja sehingga tidak menuai masalah ditempat kerjanya,hal itu dikatakan Ketua Komisi C DPRD Konawe Tahsan Tosepu, saat diskusi yang bertemakan "lemahnya Perlindugan Hukum Hak-hak Buruh Migran Perempuan" di Desa Dunggua Kencamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe, Rabu (26/1)

    Tahsan Mengatakan, adanya tenaga kerja yang mendapat masalah atau perlakuan kasar ditempat kerjanya, sebagai gambaran ketidak seriusan pemerintah dalam menangani persoalan tenaga kerja di luar negeri, pasal untuk Kabupaten Konawe tidak Perda yang mengatur hal tersebut, sehingga untuk kedepannya dibutuhkan payung hukum dalam hal ini Perda, sehingga pengiriman tenaga kerja dari Kabupaten Konawe mendapat perhatian khusus.
    "kita harus serius melihat ini, karena kita tidak ingin hanyut persoalan terus menerus, dan kita butuhkan Perda minimal menjadi miniatur perlindungan TKW diluar negeri asal Konawe"kata Tahsan.
    Sementara itu, Kadis Nakertrans Kabupaten Konawe Masri mengatakan, tenaga kerja yang kirim, tidak siap untuk dipekerjakan, yang mestinya setiap tenaga kerja harus siap dipkerjakan sehingga tidak terjadi masalah ditempat kerjanya
    "tenaga kerja kita tidak siap diperkerjakan, karena mereka tidak memiliki keahlian, contohnya yang mungkin didaeranya bekerja tidak menggunakan mesin setelah ditempat kerjanya , bekerja dengan mesin, yang terjadi mesin tersebut rusak sehingga tenaga kerja kita mendapat perlakukan kasar"kata Masri.
    lanjut Masri, mestinya juga Agen pengiriman TKW yang TKW-nya mendapat masalah dicabut izinnya dan tidak diberikan izin kembali, karena Pemda Konawe tidak ingin membiarkan tenaga kerja dengan pulang membawa masalah.
    Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Kendari, Sarifain mengatakan, dari tahun 2002 sampai 2010 terdapt 45 tenaga kerja asal Desa Dunggua, terdiri dari 43 tenaga Kerja Perempuan dan 2 laki-laki, yang bekerja di Arab saudi dan negara lain, dan lebih banyak yang mendapatkan masalah dari yang tidak,sehingga pihaknya akan terus melakukan advokasi terhadap perlindungan tenaga kerja khususnya di Dunggua.
    Sarifain merinci pelanggaran yang dialami Buruh Migran Perempuan (BMP) diantaranya, gaji tidak dibararkan, terjadi pelecehan seksual dan pemerkosaan, tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan keluarganya, sesama BMP tidak diperbolehkan berkomunikasi dan ada juga BMP yang dijual kemajikan lain (Trafficking).
    "mereka mencari kerja dinegera lain untuk merubah hidupnya, tetapi kenyataannya pulang membawa masalah, karena diperlakukan tidak layak ditempat kerjanya, dan kami telah memberikan pemahaman-pemahaman mengenai hak-hak mereka, karena Dunggua ini merupakan salah satu kantong tenaga kerja keluar Negeri di Konawe" jelas Sarifain (***)