Penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangel Initiative (CTI) di Manado, Sulawesi Utara, 11-15 Mei 2009 adalah peristiwa bersejarah yang diharapkan memberikan solusi terbaik bagi pengurangan dampak perubahan iklim, khususnya bagi nelayan tradisional dan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ironisnya, disamping perkara-perkara mendasar luput dari agenda utama konferensi internasional tersebut. Kami menyampaikan keprihatinan dan protes, karena Konferensi Dunia ini sejak awal telah berupaya membungkam suara-suara nelayan dan masyarakat sipil. Kami mempertanyakan keberadaan Konferensi Kelautan Dunia ini akan mampu menjawab masalah dampak perubahan iklim.
Sejak Jum’at, 9 April 2009, aparat pemerintah dan keamanan Sulawesi Utara telah melakukan sejumlah pelarangan sepihak terhadap persiapan pertemuan Aliansi Manado. Aparat juga menekan pemilik lokasi, dimana Aliansi Manado akan menyelenggarakan pertemuan, dan akhirnya secara sepihak pula membatalkan penggunaan lokasi tersebut. Aliansi Manado merupakan Aliansi organisasi nelayan dan masyarakat sipil lokal, nasional dan internasional yang bertujuan memberi informasi aktual seputar masalah-masalah nelayan dan kelautan, pentingnya kelestarian ekosistem laut serta solidaritas dan hak-hak nelayan.
Tak hanya itu, aparat keamanan melakukan intimidasi dengan mendatangi kelompok-kelompok Nelayan dengan mengajukan berbagai pertanyaan, yang membingungkan dan tidak mendasar. Aparat keamanan juga datang di penginapan peserta Aliansi Manado, serta melakukan kegiatan yang membuat peserta merasa tidak nyaman dan memasuki telah memasuki wilayah-wilayah privasi para peserta. Mulai mengambil gambar peserta, mengajukan pertayaan-pertanyaan hingga memaksa mendapatkan dokumen dan daftar anggota dan peserta kegiatan Aliansi Manado.
Aparat pemerintah dan keamanan juga melakukan tekanan terhadap pemilik tanah tempat penyelenggaraan Forum Kelautan dan Keadilan Perikanan berlangsung. Bahkan pemilik hotel Kolongan Beach, yang membuat pertemuan-pertemuan Aliansi Manado tak bisa berjalan sesuai rencana.
Di Teluk Manado para nelayan juga mengeluhkan penyelenggaraan WOC-CTI yang membatasi gerak mereka melaut. Sejak dua hari sebelum penyelenggaraan WOC-CTI, nelayan telah mendapatkan himbauan untuk tidak melaut, bahkan ada upaya sweeping terhadap nelayan-nelayan di wilayah Teluk Manado tersebut.
Kami menuntut pemerintah RI dan kepanitian WOC–CTI untuk segera menghentikan upaya-upaya menghambat, menghalangi dan mengintimidasi anggota Aliansi Manado dan nelayan-nelayan di Sulawesi Utara umumnya. Kami berpendapat bahwa upaya-upaya yang ditempuh aparat keamanan maupun pemerintah telah mencederai krebidilitas WOC-CTI sebagai Forum Internasional yang partisipatif dan transparan. Dan Kami mendesak dipenuhinya hak kebebasan untuk berkumpul dan berpendapat dalam menyuarakan kepentingan masyarakat sipil terutama kelompok nelayan!
Hormat Kami,
1. Berry Nahdian Furqan, Direktur Eksekutif WALHI/ FoE Indonesia, Jakarta
2. Siti Maemunah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) – Jakarta
3. Riza Damanik, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) – Jakarta
4. Rignolda Jamaludin, Perkumpulan KELOLA, Manado Sulawesi Utara
5. Yul Takaliwang, Yayasan Suara Nurani (YSN), Manado Sulut
6. Revaldi Koleangan, Aliansi Masyarakat menolak Limbah Tambang (AMMALTA), Manado
7. Yahya La Ode, Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Utara, Manado Sulawesi Utara
8. Chalid Muhammad, Institut Hijau Indonesia – Jakarta
9. Deddy Ramanta, Komite Persiapan Organisasi Nelayan Nasional Indonesia (KPNNI)
10.Ruddy Handiko, Solidaritas Nelayan Arakan (SINAR) – Sulawesi Utara
11.M. Karim (PKP2M)
12.Pepe (Southeast Asia Fish for Justice, SEAFish)