Monday, June 3, 2013

Kompas.Com - Masyarakat.lihat.perilaku.tni.masih.sama

Kamis, 9 Oktober 2008.



JAKARTA, KAMIS - Pemerintah dinilai boleh-boleh saja mengklaim proses reformasi internal di tubuh TNI sudah berjalan sesuai keinginan atau bahkan diyakini sudah berjalan maksimal hingga 85 persen, seperti Rabu kemarin dilontarkan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono. Namun begitu, pemerintah harus terlebih dahulu mempertanggungjawabkan klaimnya itu. Paling tidak dengan memastikan 15 persen sisanya (proses) reformasi bisa segera tuntas. Dengan demikian semua isu esensial dan krusial, penentu berhasil tidaknya reformasi internal TNI tidak malah mandek.

Kritik tersebut dilontarkan peneliti senior LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, Kamis (9/10), saat dihubungi per telepon. Namun begitu tambahnya, dalam kehidupan keseharian masyarakat dinilai Ikrar masih melihat apa yang terjadi di lapangan, terutama terkait tingkah laku prajurit TNI, masih belum menunjukkan adanya perubahan.

'Jadi yang gampang dan kasat mata saja lah. Masih banyak masyarakat mengeluhkan tingkah laku prajurit di lapangan, seperti juga termuat di media massa. Baik perilaku saat di jalanan (berlalu lintas) maupun saat mereka berurusan dengan warga sipil. Masyarakat masih anggap perilaku TNI masih sama,' ujar Ikrar.

Kalau pun selama ini pemerintah berargumen pelanggaran hanya dilakukan oknum tertentu sehingga tidak bisa digeneralisasi menjadi perilaku institusi (TNI), Ikrar balik mempertanyakan bagaimana bisa dalam 10 tahun proses reformasi perilaku-perilaku seperti itu masih terus berlanjut dan terjadi. Tidak cuma itu, belum berubahnya perilaku dan cara berpikir militer, tambah Ikrar, juga tampak dari masih adanya keinginan untuk tetap terlibat aktif dalam menangani masalah-masalah keamanan, macam pemberantasan terorisme atau terkait keamanan dalam negeri lainnya.

Walau dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI telah diatur soal tugas operasi militer selain perang (OMSP) TNI, Ikrar mengingatkan pelibatan TNI dalam konteks tersebut hanya lah sebatas pemberian dukungan dan bukan malah menjadi pemeran utama. 'Jangan dikira dengan tidak adanya lagi mereka di legislatif atau pun keterlibatan aktif di dalam partai politik, lantas tidak lagi ada keinginan TNI kembali seperti di masa lalu. Biar bagaimana pun militer bukan mustahil masih menunggu kesempatan untuk masuk lagi,' ujar Ikrar.

Lebih lanjut Ikrar juga mewanti-wanti, selama ini TNI juga masih mengalami masalah terkait persoalan validasi organisasi, baik terkait pemosisian Departemen Pertahanan dan Markas Besar TNI, juga soal dislokasi pasukan yang dalam praktiknya jauh dari efisien. Dengan masih diterapkannya konsep komando teritorial, keberadaan personel TNI di tingkat Komando Daerah Militer (Kodam) diketahui jauh lebih banyak mengurusi persoalan administrasi ketimbang menjalankan fungsi pertahanan mereka sebagai kekuatan utama pertahanan.

'Perhatikan saja, seorang perwira tinggi bisa punya banyak staf, cuma untuk mengurusi satu orang itu. Mulai dari sopir, ajudan, sampai pegawai kantornya. Akibat masalah dislokasi pasukan macam itu selama ini diduga banyak terjadi pelanggaran anggaran, yang besarnya mencapai triliunan rupiah per tahun,' ujar Ikrar.

DWA

Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network