Hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang menyatakan diri sebagai “green party” (partai hijau) di antara sekian banyak partai yang ada. Partai hijau bukan dalam arti partai Islam, melainkan partai yang memiliki perhatian lingkungan. Partai-partai lain masih menahan diri untuk menjadi partai hijau. Dikutip dari Kanal Informasi, ada banyak kendala untuk mendeklarasikan diri sebagai partai hijau, mengapa? Karena sebagian besar partai menggantungkan dananya dari para pengurus partai yang merupakan pengusaha tambang: mineral, minyak dan gas.
Partai Golkar, Ketua Umumnya, Aburizal Bakrie adalah pengusaha tambang. Ia memiliki usaha tambang batubara, PT Bumi Resources dan usaha-usaha tambang lainnya seperti tambang emas. Bakrie dulu memiliki saham di tambang emas Freeport Indonesia dan pada 1998 menjualnya kepada Bob Hasan. Kini, mesin uang holding Bakrie ditopang oleh tambang batubara.
Sutrisno Bachir ketika menjalankan PAN sebagai Ketua Umum, adalah salah satu pemilik saham Bumi Resources satu perusahaan dengan Aburizal Bakrie. Sudah pasti, uang pribadi Sutrisno sedikit banyak tersedot ke dalam pembiyaaan kegiatan PAN.
Partai Demokrat, partai baru pemenang Pemilu 2009, juga berusaha mencari dana dari pertambangan, dengan misalnya memasok batubara untuk PT PLN.
Sofyan Djalil, mantan Menteri BUMN, kader Partai Demokrat juga memiliki saham di Bumi Resources. Batubara memang sedang booming. Harganya mahal tetapi ongkos penambangannya murah. Banyak pengusaha tambang batubara dikayakan dari tambang ini. Bakrie pernah menjadi orang terkaya di Asia Tenggara, dengan demikian sudah pasti orang terkaya di Indonesia.
Taufik Keimas, Ketua Dewan Pembina PDIP memiliki usaha tambang pasir di pesisir Sumatera. Pasir-pasir itu diekspor ke Singapura untuk reklamasi Pulau Sentosa yang kini jadi pusat kasino terbesar di Asia. Arifin Panigoro, pengusaha minyak dan gas dulu menyokong PDIP sebelum pindah ke Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) dan kemudian keluar lagi. Di zaman Orde Baru, Partai Demokrasi Indonesia juga ditopang oleh para pengusaha tambang, seperti Jusuf Merukh yang merupakan penambang emas.
Para politisi dan anggota DPRD di wilayah-wilayah penambangan batubara adalah para pemilik konsesi penambangan. Di wilayah-wilayah penghasil tambang, keluarga kapala daerah setempat adalah para pemegang konsesi tambang. Demikian juga para politisi di DPR RI, sebagian dari mereka merangkap pengusaha tambang: pemilik konsesi penambangan atau sekadar broker.
Dengan kenyataan seperti ini, sulit mengharapkan, partai-partai politik memiliki perhatian pada lingkungan, karena para elite politisinya adalah para pengusaha tambang.