Pakar komunikasi yang juga Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto mengatakan, iklan partai politik di televisi lebih kena sasaran dibandingkan dengan berita.Hal ini membuat sejumlah partai politik memasang iklan di televisi sebagai upaya untuk menarik pemilih, kata Henri dalam seminar tentang "Peran Media dalam Pemilu" di Jakarta, Rabu. "Iklan bisa muncul berulang-ulang di televisi setiap hari. Banyak orang tidak menonton berita setiap hari tapi pasti nonton iklan ditayangkan secara berulang," katanya.
Bahkan, menurut Ketua Dewan Pembina Perum ANTARA ini, saat ini ada partai politik yang menayangkan iklan hingga 45 kali dalam sehari.
Pada Pemilu 2004 lalu, porsi iklan di televisi hanya boleh 10 kali dalam sehari namun pada pemilu kali ini bisa puluhan kali karena tidak ada larangan yang membatasi iklan kampanye partai politik. Melihat iklan yang cukup gencar di media massa, katanya, maka tidaklah mengherankan jika ada satu partai politik baru yang telah menghabiskan dana kampanye hingga miliaran rupiah."Saat ini, parpol lebih bebas beriklan dan tentunya lebih besar biaya juga. Kalau dilihat dari banyaknya iklan di televisi, maka dana sebesar itu relevan juga tapi sulit untuk dibuktikan," katanya. Menurut dia, dilihat dari materi, iklan partai politik saat ini dapat digolongkan menjadi dua, yakni iklan yang menampilkan kebaikan dirinya dan iklan yang menampilkan keburukan pihak lain.Iklan dari partai yang saat ini sedang memerintah banyak menampilkan keberhasilan yang telah dicapai. Sedangkan iklan dari partai nonpemerintah banyak menampilkan keburukan kinerja pemerintah. Ia mengatakan, iklan partai politik juga berbeda dengan iklan produk. "Jika seseorang memilih partai karena melihat tayangan iklan partai dan tenyata salah pilih maka kesempatan untuk memilih datang lima tahun lagi," ujarnya.
Namun jika seseorang memilih produk karena pengaruh iklan dan ternyata salah pilih maka ia bisa langsung mengganti produknya tanpa perlu menunggu lima tahun lagi.Kendati efektif, namun iklan partai politik ini cenderung tidak memberikan umpan balik kepada pemasang iklan. "Jarang bahkan tidak ada informasi yang menjadi penyeimbang isi iklan," ujarnya. (ANTARA)